Pramoedya Ananta Toer dan Tulisannya
By Si Anak Rimo - June 19, 2016
Pramoedya Ananta Toer |
“ Dengan rendah hati aku mengakui: aku adalah
bayi dari semua bangsa dari segala zaman, yang telah lewat dan yang sekarang. Tempat
dan waktu kelahiran, orangtua, memang hanya satu kebetulan, sama sekali bukan
sesuatu yang keramat.” – Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer lahir pada tahun 1925 di Blora Jawa Tengah,
Indonesia. Siapa yang tak mengenal tokoh
satu ini, terlebih lagi mereka yang mencintai dunia sastra. Sebagai seorang
sastrawan besar, separuh hidupnya dihabiskan di dalam penjara, penguasa negeri ini menjebloskannya ke penjara atas
tuduhan terlibat dengan PKI, sebuah kondisiyang sama sekali tak berpihak pada
kemajuan sastra.
Penjara tidaklah menjadi penghalang baginya untuk terus menulis dan belajar, baginya
menulis merupakan tugas pribadi dan nasional. Dan ia siap dengan segala resiko
dan konsekuensi yang harus diterima dengan tulisannya itu, bahkan berkali –
kali tulisannya dilarang bahkan dibakar oleh rezim yang berkuasa. Itulah menariknya para tokoh dan
politisi di masa kemerdekaan dahulu, mereka tumbuh dengan integritas yang
terjaga, berimajinasi lewat karya tulisan yang tak lekang oleh waktu. Aku terus
belajar dari etape hidup mereka yang terus tumbuh ini, mereka tumbuh menjadi tokoh besar bukan karena gemerlap rupiah
dan kekuasaan, melainkan karena karya dan integritas. Aku mencoba melihat Soekarno, Bung Hatta, Tan Malaka, Agus Salim dan banyak tokoh nasional lainnya. Namun kondisi ini membuat
semangat menulisnya terus tumbuh, dari tangan dinginnya telah lahir lebih dari
50 dan diterjemahkan ke berbagai bahasa
asing. Karena karyanya itulah ia mendapat banyak sekali perhargaan dari dunia
internasional, bahkan ia merupakan satu – satunya wakil Indonesia yang selalu
masuk nominasi peraih nobel sastra.
Selalu menarik ketika membaca karya Pram, tulisannya menggambarkan cikal
bakal tumbuhnya negeri ini, membawa ku berimajinasi untuk menjelajahi masa
silam atau kondisi bangsa ini, alur ceritanya terkadang membuat ku terharu dan
sesekali kagum atas sebuah karya di masa – masa keterbatasan.Tetralogi Buru (
Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca ), aku serasa berada di masa lampau ketika negeri
ini sedang beralih dan tumbuh, terkadang aku kembali membayangkan ketika negeri
ini ketika kerajaan saling berebut tahta dan wilayah. Pram membuat kita
mencintai sejarah dengan segala warnanya, tak banyak tokoh yang mau menulis di
masa – masa pergolakan dan sulit ini, sehingga Pram dengan semua tulisannya
dapatlah kiranya menambah wawasan kita tentang perjalanan bangsa ini. Pram
telah menghipnotis ku untuk belajar dan terus menulis, katanya “ Orang boleh
pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam
masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah berkerja untuk keabadian “.
Terima Kasih Pram atas karya mu ini, tulisan mu sering menjadi teman ku
saat aku merasa sepi ditengah keramaian, saat mata ku tak mampu terpejam
dibawah cahaya rembulan, saat aku mencoba menyusuri sejarah negeri ini. Walaupun aku terlambat mengenal tulisan mu, itu bukanlah suatu masalah, mereka bilang tak ada kata telambat untuk menulis dan mencintai sastra.
0 komentar