Pentingnya Restu Ibu Saat Merintis Sebuah Usaha

By Si Anak Rimo - February 09, 2020




Kemarin sore, tiba - tiba handphone saya berdering dan Ayah meminta saya agar segera pulang ke rumah karena ada hal penting yang harus dibicarakan. Saya gundah dan gelisah, apa gerangan panggilan yang tak biasa ini. Apa mungkin karena beliau melihat banyak anak muda belajar untuk persiapan tes PNS dan saya tak ikut ujian ini, atau saya melakukan kesalahan. Saya rasa wajar orang tua ingin anaknya bahagia dan menjadi seorang PNS, agar kita memiliki jaminan di hari tua.

Tak lama setelah sampai di rumah, Ibu dan Ayah bertanya langsung atas pilihan hidup yang saya pilih, saya telah memilih istirahat dari dunia pemerintahan dan akan fokus ke dunia bisnis, wajar sekali ia harus tanyakan dengan serius karena harapan mereka berbeda sekali dengan mimpi yang saat ini anaknya tekuni. Jangankan saya, Ibu dan Ayah saja luar biasa gundah dan gelisahnya dengan keberanian saya dalam usaha, bahkan saya menghabiskan seluruh tabungan tanpa sisa serupiah pun, tabungan untuk melanjutkan kuliah pun yang dijaga ketatnya seperti Bank Swiss pun harus kandas, belum lagi uang mahar menikah yang saya habiskan hingga saat mendekati hari H saya mondar mandir menutupi semua ini seorang diri tanpa siapapun yang tahu, seluruh keluarga pun takut akan pilihan saya ini, tapi saya tidak khawatir sedikitpun. Saya tak menyangka harus menghabiskan biaya sebegitu, wajar saja kami terkejut karena anak muda tak kuat dalam modal.

Saya harus akui, saya merasakan lelah yang sangat saat itu. Saya menangis dalam keheningan malam berkali - kali kala itu, dalam dunia politik yang keras saja pun saya hanya dua kali menangis, melihat pengkhianatan secara langsung dan melihat anak anak di wilayah banjir pinggiran sungai yang terkena kudis dan putus sekolah, hanya itu. Menghadapi dunia baru yang sejatinya saya tak punya banyak bekal secara sendirian, rintangan yang tak kunjung habis bahkan sampai berpikir menjual kembali usaha yang hendak dirintis, sampai saya sama sekali tak memikirkan pernikahan yang sudah sangat dekat hingga Ibu berkata ini serius atau gimana menikah, jangan main main Mamak udah capek, karena Ia melihat siang malam keliling dan belajar menyiapkan usaha kecil ini, padahal masalah ini mudah sekali diselesaikan jika saya mau saja sedikit menggunakan relasi atau apapun yang melekat kepada saya sebagai seorang yang masih aktif di lingkaran dalam kekuasaan. Mudah sekali.

Ibu tahu bahwa saya adalah orang yang nekad atas pilihan yang saya ambil, pernah terpikir untuk menjual seluruh benda yang saya miliki, bahkan emas yang usianya baru beberapa minggu setelah menikah pun terpikirkan, tak lama setelah itu ibu pun menelpon istri mengingatkan agar Rahmad didampingi dalam mengambil keputusan, karena anaknya nekad. Begitulah cara Allah menjaga, saat hal yang tak diinginkan terjadi, ia gerakkan Ibu untuk mengingatkan. Kadang sangking lelah dan gelisah, saya selalu menonton video pengusaha saat merintis, ternyata mereka juga berdarah - darah juga. 

Saya pun bersyukur sekali melewati semua ini tanpa menggunakan apa yang melekat kala itu, walau siang malam pontang - panting mencari suntikan modal, ikhtiar ini saya jalani hanya karena saya benar benar ingin mandiri. Saya bahkan tak berani meminjam uang orang tua dan keluarga kala itu, alasannya saya takut direpeti karena usaha ini. Biarlah jika pun gagal dll, saya yang hadapi sendiri. Saat itu juga saya belajar untuk tidak akan pernah lagi memberikan loyalitas yang begitu penuh kepada orang - orang yang tidak menyediakan ruang hatinya walau sesenti pun untuk kita yang kadang menempatkan mereka bagai raga yang menyatu di tubuh kita.

Untuk merintis usaha sekecil ini saja, Allah berikan waktu dan goncangan yang begitu hebat. Hampir saya menyerah. Kadang wajar saja orang tua saya panik bukan kepalang karena mereka tau bahwa anaknya ini sejak kecil tak suka dunia usaha dan kopi, eh kini menjadi pelaku usaha dan pemain kopi. Jangankan berjualan, menjadi kasir di kede Ibu saja selalu saya hindari. Saya lebih memilih dikebun berterik matahari ketimbang ditoko menjadi kasir.

Tapi, kemarin Ibu dan Ayah saya telah tersenyum meridhoi jalan ini, mereka akan mendukung penuh dan hadir di rintangan yang sedang saya hadapi. Saya katakan kepada mereka, kalau saya hanya minta istirahat dari dunia politik 2 tahun saja, saya tidak hanya keluar dari pekerjaan, tapi menjauhi sementara dunia yang saya pelajari sejak kecil dan mimpi besar kami ada disana, saya takut hadir dalam waktu dekat karena saya begitu mencintai dunia politik dan pemerintahan ini, tapi saya katakan kepada Ibu bahwa saya akan hadir bagaimana konstalasi politik beberapa tahun lalu, insya Allah jika dunia usaha ini saya tekuni dengan sungguh, Allah akan berikan rahmat-Nya.

Setelah saya dapat mengembalikan tabungan sekolah yang dulu saya habiskan, saya ingin membiayai seluruh biaya pendidikan adik - adik dan sanak saudara yang membutuhkan agar mereka bisa sekolah tinggi seperti harapan orang tua, dan saya berjanji akan kembali melanjutkan studi yang lebih tinggi, saya ingin negeri yang saya akan diami menjadikan saya minoritas disana, agar saya bisa belajar lebih banyak dan saya harus rajin belajar dan membangun relasi karena saya melihat butuh banyak sekali ilmu dan relasi serta inovasi untuk membangun Aceh Singkil yang begitu kita cintai ini.

Oia, sejak merubah mimpi. Doa dan ridho Ibu adalah hal yang paling besar dan paling saya nantikan. Jika telah hadir ridhonya, maka Ridho Allah akan datang menghampiri, saya percaya itu. Saya pun meminta izin agar dalam waktu dekat bisa berjalan keliling di Jawa dan pulau sekitarnya untuk silaturahmi dan belajar langsung kepada sahabat, sekalian mencari ide - ide yang harus dijemput.

Sebelum menutup tulisan ini, beberapa minggu lalu saya bercerita kepada bang Mukhrijal, seorang Abang, Dosen dan juga mentor kami, selama di Banda dan Jogja yang bercerita bagaimana Bang Muhajir, pengusaha besar Aceh di Jakarta yang kini jadi bendahara salah satu partai terbesar, pesan beliau bahwa Bang Muhajir ini sangat sangat cinta dan memuliakan sekali Ibunya. Makanya rezekinya mengalir seperti air. Beliau adalah keponakannya, sehingga banyak kisah yang saya pelajari dini hari kala itu. Maka saya pun menjaga pesan ini agar selalu tertanam di sanubari bahwa Ibu adalah kunci semua mimpi kami, anaknya. 

Sejak saat itu saya selalu menyempatkan melihat wajah ibu setiap hari, walaupun hanya sepintas atau sesaat, sambil selalu ke dapur melihat kawan nasi ibu, saya selalu menantikan ikan asin sebagai lauk pauk, saya menyukai sekali, rutinitas ini dulu jarang sekali saya lakukan. Kini, Kadang sambil membawa adik sepupu yang masih balita, agar suasana rumah sedikit hidup. Maklum kami tak pandai membuat suasana tertawa dll sehingga butuh adik - adik yang lucu dan mengundang tawa. Wahee e Poma sereuta Ayah, saleum seuneumah dari Aneuknda, nyang that lon gadee doa Mak ngon Yah supaya Allah keu lon Geuridha.

Moms embrace and warmth are carried thounshands of kilometer over here. Solidifying my solitiude. Kita anak muda, tak boleh takut atas pilihan dan rintangan yang silih berganti. Percayalah, doa Ibu cukup untuk menguatkan langkah kita.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar