Belajar Menulis

By Si Anak Rimo - June 19, 2016

Koran Serambi


Malam itu di tengah suasana tenang Kota Yogyakarta, aku mendapat email bahwa belum lulus di tahap Direct Assesment untuk menjadi Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar, sedih bercampur haru akan proses yang panjang namun penuh keakraban. Walaupun gagal tapi aku bahagia karena telah mengalahkan egonya hati untuk bisa mengisi essay yang lumayan banyak dan sampai ke tahap ini. Banyak ilmu dan pengalaman yang ku dapatkan kala itu. Tiba - tiba aku rindu akan anak - anak di pelosok pulau dan kaki gunung sana yang pernah ku kunjungi dahulu. 


Aku begitu menyukai gerakan Indonesia Mengajar, mulai dari mereka mengelola sampai para kisah dan para pengajar mudanya, anak – anak muda terbaik bangsa berusaha iuran bersama untuk mercerdaskan kehidupan anak bangsa di pelosok sana. Sejak dua tahun yang lalu, menjadi Pengajar Muda merupakan salah satu impian ku, namun ketika kutahu aku tidak lulus, ada rasa semangat untuk berbenah agar tahun depan bisa kembali mencoba. Menjadi Pengajar Muda membuat kita banyak belajar akan Indonesia, belajar mengenal masyarakatnya, budayanya dan semua pernak pernik yang ada di negeri ini. Aku ingin lebih mencintai Indonesia lewat pengabdian ku nantinya, begitu pikirku kala itu. Kucurahkan kegundahan malam itu bersama sebuah laptop, terbayang bagaimana pedihnya berada dalam ketidakterdidikan, bagaimana kerasnya persaingan di ibukota. Terlintas gambaran kondisi di pelosok sana yang masih kekurangan guru dan bahan bacaan. Telintas rasa bersalah karena belum dapat memberikan yang terbaik untuk mengeluarkan mereka dari pahitnya tertinggal di pendidikan. Aku urai kegelisahan ini dalam coretan kecil, memberi kabar bahwa ada banyak anak - anak di Aceh ini yang perlu kita kirimkan harapan perubahan. Aku merasakan betapa beratnya berada dalam ketidakterdidikan itu.
Aku iseng, coretan kecil berantakan ini ku kirimkan ke media cetak Serambi. Sebenarnya aku sadar masih sedang belajar untuk menulis, namun ku beranikan saja untuk mengirimnya. Tadi siang aku baru tahu dari seorang teman bahwa ini dimuat, padahal aku sudah lupa karena sudah lama banget dan merasa tulisan ini masih sangat tidak layak dimuat di media sekelas serambi, tapi malam itu aku menuliskan semua ini dengan membayangkan wajah anak - anak Aceh di pedalaman sana yang minim perhatian di tengah negeri yang melimpah anggaran. Aku rindu untuk mengunjungi mereka. Dimuatnya tulisan ini tentu menjadi semangat baru untuk terus menulis dan belajar, karena dengan menulis kita dapat mengikat ilmu dan informasi yang kita miliki, pengalaman yang kita  jalani serta ide yang tersimpan rapi dalam imajinasi. Aku belajar dari banyak teman ku yang waktu itu merupakan wartawan dan pegiat dunia sastra betapa pentingnya menulis itu.

Aku yakin pendidikan merupakan jalan terbaik untuk membawa Aceh ke arah yang lebih maju dan sejahtera. Semoga saja.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar