Masa - Masa Putih Biru

By Si Anak Rimo - June 21, 2016

SLTP Negeri 1 Gunung Meriah


Cerita Awal Masuk

Pagi yang cerah di tahun 2004, seluruh murid SD Negeri Tulaan kumpul kembali di kelas  dalam rangka pembagian ijazah dan raport. Kita pun kembali dapat bertemu dengan teman – teman walaupun hanya sebentar, kebetulan karena hari itu juga pendaftaran untuk sekolah – sekolah SMP telah dibuka. Ditengah panas terik matahari, kita semua pun pergi mendaftar ke sekolah favorit masing – masing, aku dan seorang teman ku Bastia berjalan kaki karena memang jarak dari sekolah ku tidak begitu jauh ke sekolah favorit kami, sekolah itu adalah SMP Negeri 1 Rimo. Dalam perjalanan seorang guru olahraga kita di SD berhenti dan menyuruh kita berdua ikut bersamanya naik motor, kita pun dapat menarik nafas sedikit untuk bisa sampai ke sekolah dengan tumpangan Pak Suryanto. 

Mulailah kita mendaftarkan nama dan mengisi formulir seperti banyak anak – anak lain dari berbagai desa. Sesekali aku bertegur sapa dengan teman – teman beda sekolah yang ku kenal, aku sempat mengenal teman – teman dari desa dan sekolah lain karena waktu itu kita pernah masuk kelas inti, kelas ini mengumpulkan anak – anak dari 4 sekolah di gugus VI ( enam ) dengan pusatnya SD Tulaan, karena sekolah kita waktu itu menjadi tuan rumah maka kita bisa lebih banyak mengenal teman – teman dari sekolah lain seperti SD Muhammadiyah, SD Blok VI Baru, SD Tulaan dan SD 1 Sanggaberu. Aku mencoba menuliskan nama teman – teman yang masuk ke SMP 1 Rimo waktu itu, dari 63 orang kita di SD ada 43 orang yang lulus ke SMP 1 Rimo, selebihnya memilih sekolah di luar daerah dan sekolah lain di Rimo. antara lain:

Rindi Humaira, Zulhelmi, Agus Syahputra, Ria Astuti, Purwaningsih                  Mardiani, Muharri Aqli, Winda Sugianti, Siti Andriani, Bastia, Pasman, Sumarni, Mustaqiem, Arismanto, Ratna Dewi, Nurmawati, Yuni Mustika Sari, Nugroho Hadi Saputro, Nia Noviana Sari, Sri Wahyuni Hasan, Marli, Jukirahwati, Rahmat Angkat, Syahdun, Romian Syahputra, Rusli Angkat, Ganda Sari Hakim Lubis, Windi Setiawan, Zariati, Sapariah, Cut Indri Puspita, Dicky Afrianto, Herman Hadi, Rian Sari, Mugiati, Erni Priani, Suhendra, Andika Aji Pramana, Siska Muliadi, Mutia Munita, Rahmad Hidayat Munandar.

******
Seragam Putih Biru

Akhirnya hari yang ditunggu – tunggu pun tiba, Kamis pagi aku pergi ke sekolah untuk melihat pengumuman apakah aku lulus atau tidak. Karena begitu banyak orang yang melihat dan berdesakan, aku lebih memilih menunggu sampai kondisi benar – benar memungkinkan ku bisa melihat. Aku kesulitan mencari nomor ku dibagian bawah, lantas seorang teman mengatakan nomor ku ada di urutan paling atas, katanya. Alhamdulillah aku lulus, kulihat nomor ku ada di urutan pertama dan nomor teman sekelasku di urutan ketiga, Tak  penting diurutan berapa yang penting aku lulus, pikirku. 

Konon kata orang di sekolah ini akan berkumpul para juara – juara dari berbagai sekolah sehingga kita harus memiliki semangat bersaing yang tinggi untuk terus berprestasi. Berbagai desa, latar belakang agama dan bahasa juga berkumpul disini. Namun dalam penerimaan siswa baru, sekolah harus tetap melihat kuota dari sekolah dan desa itu lebih seimbang. Kepada yang telah lulus diminta untuk hadir ke sekolah pada hari sabtu karena ada pembagian kelas, seperti biasa kita kembali datang ke sekolah untuk mengikuti semua tahapan yang telah ditentukan. 

Sabtu pagi dibawah sinar matahari yang tidak begitu hangat, kita semua berkumpul di depan kantor tempat upacara biasa dilakukan. Kebanyakan kita berdiri sesuai dengan kelompok dari sekolah yang sama, maklum kita masih malu – malu dan takut dengan lingkungan baru. Jika aku tak salah waktu itu guru yang membacakan adalah Pak Muklis ditemani dengan Pak Norim dan sesekali terlihat pak Salam bolak balik mengantarkan kertas, sebelum membacakan nama yang lulus mereka memberi arahan untuk bergerak ke samping membentuk barisan buat mereka yang dipanggil namanya. Mulailah dipanggil nama untuk kelas 11, terlihat banyak teman – teman yang masuk ke kelas ini dan menariknya banyak juga gadis manis di kelas ini. sampai semua dipanggil akhirnya nama ku disebutkan juga untuk kelas paling terakhir yaitu kelas 15, dalam hati aku bepikir ini tidak adil karena mendapat kelas paling ujung. Sebenarnya aku ingin masuk di kelas 11 waktu itu, karena banyak teman dan anak - anak yang orang tuanya orang Aceh, biar sama - sama gitu pikir ku. Lupakan saja hehe. Satu kelas kita berjumlah 40an siswa, setiap angkatan memiliki 5 buah kelas sehingga setiap angkatan memiliki 250 siswa per angkatan. Jumlah yang besar untuk sekolah yang jauh dari ibukota kabupaten.

Masa orientasi siswa pun dimulai, seperti ospek di biasanya kita diminta membawa karton bertuliskan nama kelompok, untuk makanan kita diminta membawa terasi dan daun ubi jika tidak salah. Hampir seluruh guru yang memberi materi mengingatkan bahwa kami sudah tidak berada lagi di masa SD, kami akan berada dimasa yang jauh berbeda dengan masa yang barusan kami tinggalkan. Aku ingat dan mengerti sekali pesan itu. Masih teringat jelas siapa – siapa senior yang mengospek kita waktu itu, ospeknya tidak kejam – kejam amat kok, cuma melelahkan karena terus – terusan dibawah sinar terik matahari. Ada satu kejadian yang lucu waktu itu, seorang guru mengetahui salah satu diantara kami bersenda gurau saat sembahyang di mesjid hayatul iman, akhirnya ia pun dihukum di depan kita semua. Dengan wajah sedikit nampak marah Pak Mukhlis waktu itu pun meminta teman kita ini mencontohkan berbagai macam jenis ketawa, pokoknya banyak banget jenisnya, kami pun ikut tertawa tak karuan di barisan tapi dengan pura – pura serius berbaris. Ospek pun berakhir dengan lancar dan sedikit berkesan. 

Proses belajar mengajar pun dimulai, mulailah kita membangun persahabatan sesama teman kelas yang semula tak saling kenal. Terkadang dari kejauhan aku masih saja melihat kelas 11, coba saja aku dikelas itu, pikirku. Namun sebulan kemudian aku sudah tidak memikirkan itu lagi, kita menjalani hari – hari penuh dengan kebersamaan dalam suasana yang sedikit malu – malu. Maklum kita belum sepenuhnya saling mengenal dan masih takut – takut, karena semua berasal dari sekolah dan desa yang berbeda. Di awal – awal semua masih berteman sesuai dengan kelompok masing – masing, memilih tempat kesukaan sebagai markas utamanya. Satu perhelatan tahunan yang menarik waktu itu ialah pemilihann Ketua Osis menggantikan Kak Mirna Asnur, biasanya kakak kelas 2 ( dua ) lah yang menjadi ketua, namun saat pemilihan angkatan kita menang, Syalva Wirzariani. Suatu kebanggaan buat angkatan kita kala itu, Syalva pun memimpin nakhoda Osis selama setahun. 

Naiklah kita ke kelas dua, kembali kita harus menggelar pemilihan akbar ketua osis. Ada tradisi baru untuk pemilihan ini, calon akan menyampaikan visi misi di panggung kreasi tepat di depan kelas 21, aku lupa kenapa bisa ikut menjadi calon kala itu. Aku, Andi Munandar dan Munzir menjadi calon mewakili kelas masing – masing. Asyiknya pemilihan ketua osis kita selalu fair menjual ide dan gagasan kepada para pemilih, tak seperti sekarang yang mulai suka memakai uang. Aku terpilih menggantikan Syalva, gadis pendiam anak salah seorang guru yang kutakuti waktu itu. Jika masa syalva yang menjadi pembina osis adalah pak Muhklis, dimasa kepemimpinan ku kita dibawah binaan Pak Khairul.

Kadang aku begitu berat untuk menghadapi hari senin, hari dimana kita harus memakai atribut lengkap dan tugas – tugas dari guru. Sekolah mengalami perkembangan dan pembangunan pesat, berbagai program terus dilahirkan untuk meningkatkan kualitas para siswa, aku merasakan sekali langkah nyata itu. Pak Ridwan adalah kepala sekolah kita, di bawah kepemimpinannya sekolah berkembang pesat dan akhirnya mendapat predikat Sekolah Standar Nasional, jika aku tak salah ini merupakan satu – satunya sekolah di Aceh Singkil yang mendapat predikat itu. Terlihat guru – guru mulai disiplin, namun kemesraan kita dengan kepemimpinan beliau pun hanya setahun. Beliau dipromosikan menjadi Kabag Program di Dinas Pendidikan. Merasa perpisahan sudah semakin dekat, kita dan semua dewan guru pun berdiskusi untuk menyiapkan satu acara perpisahan, semua sepakat mengadakan perpisahan di Kerakah, namun tak semua dapat ikut hadir kesana. Tak lupa pula kita memberikan cinderatamata kepada Beliau.

Di kelas dua waktu itu, kita mendapat kelas paling ujung dan terpisah dari semua kelas 2 ( dua ) lainnya. Disebelah kiri ada rumah Buk Husna, sebelah kanan ada kelas 31, alhamdulillah di depan kelas kami ada kantin yang terkadang menjadi kelas kedua buat kita. Jika ada waktu kosong sering kami bersantai sambil tidur – tiduran di Mess sekolah dan serambi rumah Buk Cut. Berbeda dengan kelas lain yang tak punya banyak halaman untuk bermain.

Beginilah masa putih  biru, berbagai cerita menarik mulai kita tuliskan dalam setiap lembaran. Satu persatu diantara kita mulai jatuh cinta, jarang – jarang ada yang pacaran sekelas, biasanya selalu saja dengan kelas yang berbeda. Namun banyak juga yang menjalin hubungan dengan kakak kelas atau adik kelas. Lantas aku gimana ? Untuk urusan satu ini aku selalu saja terlihat tak berdaya dihadapan teman – teman wanita. Sewaktu menjadi Ketua Osis, ada banyak wanita yang ikut menjadi pengurus, tak mungkin kusebutkan satu persatu. Aku masih saja malu dengan wanita. Namun ada beberapa teman yang mengirimkan aku surat cinta waktu itu, aku cuma tertawa saja bersama teman sebangku saat membacanya. Aku ketawa dan berpikir bagaimana menanggapinya.

Kita menjalani masa putih biru ini pun penuh dengan cerita – cerita menarik dan lucu, selain menjadi Ketua Osis aku punya kesibukan lain yang membuat waktuku untuk mencari cinta menjadi sedikit. Aku ikut bimbingan belajar untuk olimpiade Fisika dan latihan Bulutangkis untuk mewakili sekolah. Salah satu hal yang paling ku ingat disetiap perubahan kelas ialah lagu yang sedang ngetrend, jika kelas satu ada lagu Peterpan, di kelas dua jumlah lagu yang ngtrend pun semakin banyak mulai dari Samsoms, Acha, dan ada lagu Virus – Virus cinta dari Republik cinta yang menjadi kesukaan guru ku waktu itu, Pak Khairul. 

Terkadang sesekali terlihat kelas yang mendapat hukuman karena suatu hal, namun biasanya hanya sekelompok saja yang dihukum karena bandel. Kelas kita pun pernah mendapat hukuman karena tidak masuk kelas dalam jumlah yang besar, kita pun hormat kepada bendera merah putih sebagai hukuman. Kadang ada juga yang dimarahi karena menggunting dan mencoreti buku yang ada di perpustakaan, serta banyak hal lainnya. 

Karena sewaktu kelas dua aku punya tugas yang lumayan banyak, selama berseragam putih biru ini merupakan masa paling produktif menurut ku. Masuk ke kelas 3, mulailah kita lebih fokus belajar untuk menghadapi ujian akhir nasional. Jadwal belajar lebih banyak namun jadwal main – main kita juga tak kalah banyaknya. Ada satu masa ketika aku harus bertarung untuk meningkatkan semangat belajar waktu itu, sepulang dari Banda Aceh aku akhirnya terserang juga oleh virus yang melanda banyak anak muda, nilai belajar ku menurun drastis dan beberapa kali mendapat teguran dari guru. Alhamdulillah aku berhasil melewatinya dengan baik. Perkembangan teknologi saat itu semakin pesat, banyak teman – teman yang sudah memiliki alat komunikasi dan kendaraan, kadang terpikir juga untuk bisa memiliki seperti mereka, namun aku tak punya keberaniaan untuk memintanya kepada orang tua. Aku pun selalu ketinggalan dalam berbagai hal, saat orang sudah pakai motor ke sekolah aku membawa motor saja belum pandai, kelas 3 ( tiga ) saja aku masih belum paham sekali memakai handphone. Benar – benar ndeso kata Tukul Arwana, aku menikmati masa tertinggal ini hehe.

Ada banyak lagi kisah selama kita berada di tahun – tahun akhir, alhamdulillah kita banyak yang lulus ujian, walaupun ada beberapa teman yang tidak lulus. Namun mereka saat itu tidak patah semangat dan langsung bangkit. Akhirnya tahun 2007 kita semua berpisah untuk mencari dan menjalani pilihan melanjutkan ke sekolah favorit masing – masing, aku memilih meninggalkan kampung halaman dan teman – teman semua untuk menuntut ilmu.

****

Aku yakin semua teman – teman punya cerita di setiap kelasnya. Mulai dari cerita bagaimana menjadi petugas upacara bendera, meeting class, mengerjakan tugas kelompok, jalan – jalan, cinta monyet sampai pada berbagai kegiatan lain. Terkadang cerita itu membuat kita tertawa dan tersenyum kala dibahas atau dikenang, cerita itu tersusun rapi dalam ingatan. Sebuah masa saat seorang anak mulai tumbuh dewasa, memulai segala sesuatu yang berbeda dengan dunia yang kita tinggalkan. Aku tumbuh dan belajar dari lingkungan yang mejemuk ini, berkumpul dengan teman – teman dari desa dan sekolah yang berbeda, bahasa dan budaya yang berbeda pula, namun indahnya kita melebuh menjadi satu. Untung saja aku tidak sekolah di luar daerah waktu itu sehingga aku bisa mengenal lebih dekat semua teman – teman seangkatan dengan berbagai karakter dan latar belakang.

Rasanya tak mungkin aku menuliskan segala kisah dan cerita selama berseragam putih biru ini kedalam blog, apalagi merangkumnya menjadi empat lembar. Aku masih ingat seluruh nama teman – teman kelas ku bahkan hampir nama seluruh teman seangkatan. Sewaktu buka bersama beberapa tahun lalu, kita sepakat memberi nama untuk grup angkatan itu “ The Big Family Of Spensa 2004 “. Ada satu keinginan dalam hati untuk membuat kembali reuni untuk alumni se angkatan atau reuni akbar dengan cita rasa yang berbeda, namun waktu dan kesempatan belum memungkinkan melaksanakan mimpi itu. Kita ingin sekali kembali ke sekolah itu untuk mengenang kembali masa – masa indah dan dapat memberikan sesuatu yang berbeda untuk kebaikan. Insya Allah.

Bagaimana kabar kalian semua keluarga besar The Big Family Of Spensa 2004 ? Semoga sehat dan sukses selalu dalam menjalani setiap etape perjalanan hidup ini.  

  • Share:

You Might Also Like

2 komentar

  1. Hola!

    Out of nowhere, I found this blog when ridiculously googling my name (yes, I love doing that "stupid" thing on google. Haha)

    Btw tulisan2nya bagus, keep writing dan sukses terus buat anak Rimo satu ini!


    Cheers,
    The ex-Ketua OSIS before Syalva :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata baru sadar ada komentar dari Ibuk Ketua Osis dulu. Semoga Syalva sehat selalu bersama keluarga ya. Tak terasa dan jika kita kenang masa - masa sekolah dulu, pasti banyak sekali pelajaran dan kenangan yang membawa kita ke tangga - tangga kesuksesan dll.

      Nanti jika tepat waktunya, rahmad akan menulis lagi tentang beberapa kisah lucu dan kisah lain hehe.

      Delete