Fukuzawa Yukichi

By Si Anak Rimo - June 14, 2016


"Langit tidak menciptakan seseorang dengan harkat di atas atau di bawah orang lainnya."

Kalimat diatas adalah pembuka Gakumon no Susume yang dikenal anak-anak sekolah di Jepang. Aspek pendidikan memiliki peranan sentral dalam upaya pembangunan jepang kala itu. Salah satu tokoh yang paling berperan dalam reformasi menuju pendidikan modern di jepang adalah Fukuzawa Yukichi. Fukuzawa lahir di Dojimahama pada 10 januari 1835. Ia merupakan seorang penulis, ahli rangaku, samurai klan Nakatsu, penerjemah, pengusaha, pengajar sekaligus pendiri universitas keiko. Ia anak kedua dari lima bersaudara, ia termasuk anak yang telat untuk bisa membaca  dan menulis serta terlambat 10 tahun masuk ke sekolah. Setelah itu ia rajin belajar dan termasuk anak yang cerdas, namun karena berasal dari keluarga  kelas rendah membuatnya dilecehkan diluar kelas. Sejak itulah ia mulai benci terhadap masyarakat feodal yang memungkin orang untuk berpindah kelas.

Ada banyak sekali pelajaran menarik yang bisa diambil dari kisah hidup Yukichi. Ternyata kemajuan jepang saat ini membutuhkan proses yang sangat panjang dan penuh dengan warna,melihat kondisi Jepang yang terbuka saat itu terhadap dunia luar membuat iya bersemangat untuk mempelajari bahasa asing. Karena kepandaiannya ia diminta untuk menjadi pengajar bahasa Belanda, bersama dengan teman akrabnya mereka membuka sekolah rangaku dan sampai saat ini sekolah itu dikenal dengan nama Universitas Keio.

Fukuzawa Yukichi
Fukuzawa menyadari kemajuan teknologi berperan penting terhadap kemakmuran yang dilihatnya di Eropa. Ia mulai yakin bahwa perubahan revolusioner dalam pengetahuan masyarakat dan cara berpikir adalah persyaratan mendasar untuk kemajuan serupa di Jepang. Hal inilah yang kemudian mempercepat kemajuan jepang, semangat ini sedang diterapkan pemerintah indonesia dengan mengirimkan sebanyak mungkin putra – puteri terbaik bangsa untuk belajar di luar negeri. Sewaktu di London, ia mengirim sepucuk surat kepada temannya di Jepang. Isi surat memberitakan bahwa pekerjaan paling mendesak untuk dilakukan di Jepang adalah mendidik anak muda yang berbakat, dan bukannya membeli mesin-mesin dan persenjataan. Ia memutuskan untuk menunda penulisan volume kedua Seiyō Jijō, dan beralih menerjemahkan buku Political Economy karya John Hill Burton yang diterbitkannya pada tahun 1867. Bahkan sewaktu ia ke amerika serikat untuk urusan negara ia berkesempatan mengunjungi kota-kota di Pantai Timur Amerika Serikat. Sebagai oleh-oleh dari Amerika, ia membeli buku teks sebanyak-banyaknya untuk disalin oleh murid-muridnya di Jepang.

Pernah ketika ia sedang mengajar, ia berkata Kepada siswanya yang hadir (berkurang dari 100 orang menjadi 18 orang), ia berkata, "Apapun yang terjadi di negara ini, perang apa pun yang melanda negeri ini, kita tidak akan berhenti belajar ilmu-ilmu Barat. Semasa sekolah kita tetap berdiri, Jepang tetap sebuah negara beradab di dunia.

Ada banyak sekali karya yang ia hasilkan selama hidup. Karya ini terus digunakan oleh masyarakat jepang bahkan dunia, mengenang jasanya yang begitu besar terhadap kemajuan pendidikan di jepang, Sejak tahun 1984, lukisan potretnya menghiasi uang kertas pecahan terbesar di Jepang, 10.000 yen.

Kita telah melihat dan menyaksikan betapa pendidikan memiliki peran sangat sentral terhadap kemajuan suatu negara, Jepang dan beberapa negara maju lainnya memberi contoh bahwa proses itu tidaklah mudah dan membutuhkan kolaborasi semua pihak. Banyak tokoh bangsa yang berjuang pada masa kemerdekaan merupakan hasil dari sebuah proses pendidikan yang panjang dan berat, seperti Soekarno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara dll. Hari ini republik Indonesia sedang berusaha keras untuk terus melunasi janji kemerdekaan yaitu mencerdaskan anak bangsa, dan ini butuh kerjasama dari semua pihak terutama kaum terdidik. Kita percaya bahwa bangsa ini sedang berada di jalur untuk maju layaknya jepang yang tetap menjaga nilai nilai akar rumput Indonesia ini.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar