Pari,
marga keluarga gadis Bogor ini menjadi nama panggilannya. Pari mudah diingat
dibanding nama depannya, seperti ikan pari. Pari merupakan lulusan Sastra
Jepang Universitas Indonesia yang sejak SMA aktif di kegiatan outdoor,
seperti mendaki gunung dan scuba diving. Ia tergabung dalam organisasi
pecinta alam di sekolahnya dan juga merupakan anggota dari organisasi Persatuan
Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI). Keaktifannya di dunia selam menuntun
Pari menjadi Finalis Putri Selam Indonesia 2017 dan wasit nasional finswimming
di beberapa kejuaraan nasional seperti Pekan Olahraga Nasional (PON).
Kecintaannya
terhadap budaya, lingkungan, dan kegiatan outdoor mempertemukan Pari
dengan para pejuang mimpi dari berbagai daerah yang membukakan matanya bahwa
kesuksesan dalam meraih cita-cita tidak pernah memandang bulu. Siapapun bisa
meraih cita-cita mereka, asalkan gigih dan sabar. Selain itu, pedomannya dalam
berbagi juga merupakan hal yang ingin ia salurkan kepada anak-anak di SDN Lae
Longkip Kabupaten Aceh Singkil karena dengan memberi kita tidak akan pernah
merasa kekurangan.
Mengenal Dunia Lewat Bahasa
Perkenalkan, saya Fadlia Pari, gadis Bogor
berusia 25 tahun lulusan sastra Jepang Universitas Indonesia. Saya akan
memaparkan sedikit cerita dan pengalaman terkait jurusan yang saya pilih.
Sebelumnya saya akan melontarkan beberapa pertanyaan kepada kalian.
Bagaimana perasaan kamu ketika ada seseorang
yang mempelajari budaya kamu? Seseorang yang bisa berbicara bahasa daerahmu
atau bahasa negaramu. Seseorang yang tahu tentang kearifan lokal daerahmu.
Seseorang yang tertarik untuk mengenal lebih jauh tentang kehidupan di
daerahmu. Pernahkah kamu bertemu dengan orang yang seperti itu? Bila pernah,
bagaimana perasaanmu? Bila belum pernah, coba kamu bayangkan, apa yang kamu
rasakan ketika bertemu dengan orang seperti itu? Pastinya senang bukan?!
Mengapa Sastra Jepang?
Pilihan saya untuk berkuliah di jurusan
sastra Jepang berawal dari ketertarikan saya
mempelajari bahasa yang memiliki aksara. Sejak saya SMP hingga SMA hanya
saya seorang diri yang ingin kuliah di jurusan sastra dan bercita-cita untuk
menjadi penerjemah/ahli bahasa. Kebanyakan teman-teman saya ingin masuk ke
kedokteran, hubungan internasional, arsitektur, manajemen, dll. Walaupun saya
berlatarbelakang IPA, namun saya tetap mencoba untuk ikut tes mandiri di bidang
IPS. Awalnya saya daftar sastra Korea namun saya berhasil lolos di jurusan
sastra Jepang.
Di sastra Jepang, selain mahir berbahasa
Jepang, mahasiswa juga bisa lebih mengenal negara yang dikenal dengan
kedisiplinannya ini. Oh iya, bukan
hanya di sastra Jepang, mahasiswa dari jurusan sastra lainnya juga pasti
belajar banyak tentang negara yang bersangkutan. Misalnya, mahasiswa jurusan
sastra Prancis akan banyak tahu tentang negara Prancis. Semua sisi dari suatu
negara dikupas tuntas di jurusan sastra. Kemungkinan untuk memiliki teman dari
luar negeri pun sangat besar dengan adanya program pertukaran pelajar,
beasiswa, dan summer school (kunjungan
ke universitas di luar negeri di musim panas). Ketika kamu bertemu dengan orang
luar negeri dan dia tahu bahwa kamu bisa berbicara dengan bahasa mereka dan
tahu banyak tentang negara mereka, pasti dia akan senang sekali dan kamu akan
menerima banyak ilmu dan informasi dari orang tersebut hanya dengan kemampuan
berbahasamu. Sama seperti jika kamu bertemu orang asing yang bisa berbahasa
Indonesia pasti kamu juga akan senang.
Seputar kampus, fakultas,
dan jurusan
Kalian tentu kenal Dian Sastro dan Payung
Teduh kan? Ya, mereka merupakan lulusan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dari
Universitas Indonesia. Fakultas tersebut yang menaungi semua jurusan yang
berkaitan dengan ilmu budaya, termasuk Sastra Jepang. Oleh karenanya, lulusan
FIB mendapat gelar Sarjana Humaniora (S.Hum). FIB memiliki jurusan terbanyak di
UI. Ada 15 jurusan di fakultas ini, yaitu Sastra Indonesia, Sastra Jawa, Sastra
Jepang, Bahasa dan Kebudayaan Korea, Sastra Cina, Sastra Inggris, Sastra
Prancis, Sastra Jerman, Sastra Belanda, Sastra Arab, Sastra Rusia, Ilmu
Filsafat, Arkeologi, Ilmu Sejarah, Ilmu Perpustakaan
Fakultas ini terkenal dengan wisata
kulinernya dan harganya sangat ramah dengan kantong mahasiswa, tidak heran bila
mahasiswa dari fakultas lain sering jajan
ke kantin FIB. Selain terkenal dengan ragam makanannya, fakultas ini juga
disebut fakultas 1000 acara. Banyak sekali acara bergengsi bertajuk budaya yang
diselenggarakan setiap tahunnya, seperti Festival Budaya dan Olimpiade Budaya.
Banyak organisasi di FIB yang mewadahi orang-orang yang suka seni, mulai dari
seni musik, tari, hingga teater. Selain mendapat ilmu di kelas, mahasiswa juga
dapat mengasah kemampuan berorganisasi, terlibat dalam kepanitiaan sebuah
acara, dan mengembangkan hobi dan bakatnya.
Oh iya, di fakultas ini mahasiswa juga bisa
mengambil mata kuliah tambahan seperti bahasa Turki, bahasa Spanyol, bahasa
Italia, dan juga bahasa isyarat. Selain itu, di FIB UI juga bisa menambah teman
dari luar negeri lho! Banyak orang
asing yang mengikuti kelas bahasa Indonesia di Lembaga Bahasa Indonesia (LBI)
yang berpusat di FIB UI. Pemandangan bule
atau orang Jepang dan Korea merupakan hal yang sangat biasa di FIB UI. Jadi
mahasiswa bisa langsung mempraktekkan kemampuan bahasanya dengan berinteraksi
dengan mereka sesederhana mengobrol di kantin.
Belajar apa aja sih?
Mau mahir belajar bahasa Jepang kenapa tidak
ikut les bahasa atau sekolah bahasa Jepang saja? Memang namanya sastra Jepang
dan yang pasti belajar kesusastraan dan bahasa Jepang. Tapi ternyata setelah
masuk ke jurusan ini, bukan hanya belajar bahasa Jepang saja, banyak juga lho mata kuliah yang seru yang tidak
akan didapatkan di luar sana. Di jurusan ini mata kuliah yang disampaikan juga
terkait dengan budaya masyarakatnya, seperti puisi, drama, sejarah, politik,
geografi dan pariwisata, sosial dan budaya, hingga etos dan pandangan hidup
orang Jepang.
Semua yang dipelajari berkaitan dengan negara
Jepang. Walaupun pada awalnya saya hanya tertarik dengan bahasa Jepangnya saja,
namun setelah saya kuliah dan banyak belajar tentang negara Jepang saya jadi
bersyukur masuk ke jurusan ini. Negara Jepang adalah negara maju yang sangat
disiplin dengan rasa nasionalisme yang tinggi. Pertanyaan-pertanyaan tentang
kedisiplinan orang Jepang, pandangan hidup orang Jepang, dan etos kerja orang
Jepang akan terungkap di jurusan ini. Banyak sekali pemikiran dan pelajaran
yang dapat diambil dari sebuah negara yang pernah menutup diri dari dunia luar
selama 250 tahun ini. Saya juga menerapkan beberapa pemikiran, etos, budaya,
dan pandangan hidup orang Jepang di kehidupan sehari-hari saya, seperti hidup
minimalis dan naturalis.
Abis Lulus Terus Ngapain?
Pertanyaan ini sangat lumrah di telinga saya,
mulai dari saya lulus SMA hingga lulus kuliah. “Anak lulusan sastra bisa kerja
dimana sih?” “Kuliah sastra mau jadi apa?” Setiap orang yang saya temui pasti
melontarkan pertanyaan ini. Pada saat baru lulus SMA saya jawab sesimpel dengan
mengatakan jadi penerjemah atau kerja di kedutaan besar. Setelah menjalani
perkuliahan, pikiran saya pun semakin terbuka. Banyak sekali peluang usaha atau
pekerjaan untuk seorang sarjana humaniora (S.Hum). Pada saat kuliah saya pernah
bekerja paruh waktu di perusahaan Jepang yang bergerak di bidang pendidikan.
Selain itu juga saya pernah menjadi volunteer
(relawan) di beberapa festival Jepang berskala besar di Jakarta. Memang
tidak banyak uang diterima, namun pengalaman yang didapat sangat berharga.
Setelah saya lulus, banyak sekali lowongan
pekerjaan yang ditawarkan kepada sarjana lulusan sastra Jepang. Contoh kecilnya
mulai dari tawaran sebagai penerjemah harian di acara pameran Jepang,
penerjemah dalam rapat dan pertemuan kantor, hingga penerjemah artis-artis
Jepang di acara festival musik Jepang. Selain itu, banyaknya perusahaan Jepang
di Indonesia dan juga perusahaan Indonesia yang bekerja sama dengan Jepang,
membuat kebutuhan akan penerjemah bahasa Jepang sangat tinggi. Kebanyakan
perusahaan Jepang di Indonesia pasti mencari pelamar dengan kemahiran bahasa
Jepangnya. Mahasiswa lulusan sastra asing bisa bekerja di bidang apa saja
terlebih mereka juga sangat dicari oleh perusahaan-perusahaan karena mereka
memiliki nilai lebih dalam kemampuan berbahasa asing. Peluang untuk menjadi
guru bahasa asing pun tinggi, begitu pun menjadi pegawai di kantor kementrian
seperti di kementrian luar negeri, kementrian pendidikan dan kebudayaan,
kementrian pariwisata, dan kedutaan besar.
Saya rasa ini berlaku di semua lulusan
sastra/bahasa asing, baik itu bahasa Jepang, Korea, Prancis, Belanda, Jerman,
maupun bahasa Inggris . Namun ada satu peluang tambahan yang dimiliki para
sarjana lulusan sastra Jepang, yaitu peluang untuk bekerja di Jepang yang
terbuka cukup lebar. Kondisi negara Jepang yang terus mengalami penurunan
populasi menyebabkan beberapa perusahan Jepang mencari pegawai hingga ke negara
tetangganya, termasuk Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan selalu ada alumni
dari kampus saya yang berkerja di Jepang setiap tahunnya.
Pasti akan lebih panjang jika saya ceritakan
semua pengalaman menarik tentang dunia perkuliahan saya. Semoga bisa memberi
satu atau dua pandangan lain untuk adik-adik yang ingin berkuliah. Jika menurut
kamu cerita ini menarik, mungkin secara tidak langsung kamu memiliki
ketertarikan untuk kuliah di jurusan sastra J
Info lebih lanjut terkait perkuliahan di
Universitas Indonesia bisa di cek di www.ui.ac.id
8 komentar
Wow makin yakin mau pilih ini😁 bisa minta kontak kaka kalo boleh?
ReplyDeleteHuwaa... Terima kasih buat pencerahannya. Proud banget. Arigatou
ReplyDeleteHuwaa... Terima kasih buat pencerahannya. Proud banget. Arigatou
ReplyDeleteArigatou Gozaimasu... Makasih buat pencerahannya.
ReplyDeleteHalo kak! Aku mau nanya nih. Jurusan Sastra Jepang UI tuh kalo mau lulus ada syarat harus JLPT tingkat berapa gitu gaksi kak?
ReplyDeletearigatou kk, saya jd yakin mau pilih sastra jepang
ReplyDeleteSyukron kak atas sharing ilmunya
ReplyDeleteKeren kak, salam dari sesama mahasiswa sastra Jepang
ReplyDelete