Sejarah Lahirnya Keumala Coffee and Books, Jajanan Kuliner di Kota Rimo

By Si Anak Rimo - January 26, 2020

Desain awal Keumala Coffee and Books


" Orang boleh punya seribu tafsir tentang hidup, tapi takdir tak pernah lebih rumit dari secangkir kopi, didalam pahitnya tersimpan manis bagi orang yang mampu menikmatinya."

Ada banyak pertanyaan yang hadir saat Keumala Coffee mulai berdiri. Ada yang bertanya tentang apa yang melatarbelakangi lahirnya usaha ini, kenapa namanya Keumala Coffee hingga alasan kenapa tidak memilih menghabiskan waktu untuk terlibat dalam proyek. Semua pertanyaannya menarik dan mereka punya alasan untuk mengajukan itu. Namun, saya memilih untuk diam tersenyum saja.

Kita lanjut saja pada cerita awal lahirnya ide ini. Kalau boleh jujur, saya tak pernah punya mimpi atau terbesit untuk membuka satu warung kopi. Walaupun beberapa tahun terakhir saya banyak membaca dan melakukan observasi terhadap warung kopi di berbagai daerah, semua itu untuk referensi saya dalam menulis. Tema ini sangat menarik untuk dikaji kala itu, karena menjadi trend di kalangan anak muda dan menjadi salah satu penggerak ekonomi dan kemajuan suatu daerah. Apalagi di Banda Aceh kehadiran warung kopi bak menjadi urat nadi kehidupan masyarakat. Namun, ide untuk belajar lebih banyak bagaimana mengkombinasikan hobby membaca dan warung kopi hadir saat saya belajar di Kediri, Jawa Timur. Suasananya walaupun sederhana namun nyaman untuk belajar. Sepertinya ini cocok untuk diterapkan di Aceh, khususnya Aceh Singkil kampung halaman saya. Saya pun menuliskan ide ini dalam buku catatan agar suatu saat nanti bisa diwujudkan di kampung sendiri. Waktu itu saya sama sekali tertarik untuk masuk ke dunia usaha, karena saya memang tak pernah punya impian menjadi pengusaha atau membuka warung kopi.

Ini gambar salah satu warung yang sering saya kunjungi di Kediri, Jawa Timur tahun 2016 lalu. Pemiliknya pemuda Makkasar yang kebetulan belajar dan mengajar disana. Gambar ini sepintas terlihat seperti ruang belajar, namun sebenarnya ini adalah Cafe atau istilah di Banda Acehnya Warkop. Ada hal menarik yang disuguhkan setiap malam, Ba'da Isya pengelola Rumah Inspirasi ini menyediakan waktu hampir 2 jam untuk mengerjakan dan membahas soal soal TOEFL, pengunjung dapat belajar dan diskusi bersama, Warkop ini pun serasa seperti ruang kelas di kampus - kampus. Kita yang tidak saling kenal akan dibuat untuk bisa saling kenal, makanan dan minuman yang tersedia sangat beragam sehingga kita bisa menikmati sambil menuntut ilmu.

Warung Inspirasi
Sebagai anak desa, saya punya mimpi - mimpi yang ingin sekali saya wujudkan di kampung halaman. Tentu untuk mewujudkan mimpi - mimpi kecil ini tidaklah mudah, semua membutuhkan kerja keras, keringat, semangat hingga biaya yang tak sedikit. Sejak berkerja di dunia pemerintahan sebagai Ajudan Bupati dan Berkerja untuk seorang DPR - RI, saya merasa tanggung jawab sosial terhadap daerah ini semakin besar, terlebih teman - teman yang dulu sama - sama berjuang di jalur politik belum mendapatkan jam kerja untuk berkarya. Masalah ini harus segera kami selesaikan bersama.

Membaca Buku sambil Ngopi
Biasanya sepulang kerja atau hari libur, kami selalu menyempatkan ngopi sambil cerita tentang kondisi di kampung. Suatu malam kami berdiskusi untuk keluar dari zona nyaman ini, keinginan kita agar bisa lebih mandiri dan tidak bergantung kepada siapapun, terutama dalam hal ekonomi. Berbagai ide pun lahir tentang usaha apa yang cocok untuk kita buka, mulai dari papan bunga, toko buku, berternak, hingga membuka sebuah warung kopi. Selain itu ini juga merupakan ide yang pernah saya tulisakan beberapa tahun lalu agar kuliner di kampung halaman semakin berwarna. Setelah berkerja di pemerintahan, saya mulai berpikir bahwa tidak mungkin saya bisa berkembang jika tidak memiliki satu usaha apapun. Terlebih tak lama lagi saya akan melangkah ke pernikahan waktu itu. Makanya dengan segala rintangan dan hambatan, saya tetap memberanikan diri. Kami mulai mencari lokasi mana yang tepat untuk kita sewa, hingga menghubungi salah satu adik kelas yang telah lebih dulu merintis warung kopi dan kala itu kami sama - sama di Kediri. Saya ingin menjadikan warkop ini menjadi tempat mimpi - mimpi kecil saya semai nantinya. Seperti adanya perpustakaan, ruang belajar, hingga berbagai kegiatan sharing dan sosialisasi soft skill kepada generasi muda. Kegiatan ini akan disesuaikan dengan permasalahan yang ada di sekitar, seperti pentingnya kemampuan bahasa inggris dan menulis dll. So, jika kita punya warkop, maka kita dapat sekali jalan dua tiga pulau terlampaui. 

Waktu itu, baru Puguh yang memiliki ketertarikan yang besar terhadap kopi, kalau saya pribadi tidak begitu tertarik, kecuali sebagai usahawan saja. Hingga ada satu perkenalan dengan salah satu pemuda di Blok VI Baru ini yang kebetulan alumni dari Banda Aceh, lama berdiskusi hingga saya menanyakan satu hal ; Apa mimpi mu yang ingin kamu kerjakan selama di Kampung ini ? Buat warung kopi, ujarnya kala itu. Oke saya tanyakan komitmen mereka bagaimana jika kita bangun bersama usaha ini, karena sudah sepakat maka seluruh tahapan kami mulai. Setelah lokasi dan tukang untuk kerja didapat, Puguh berangkat ke Banda Aceh selama beberapa bulan untuk belajar tentang kopi dan managemennya, hingga kami disini mengontrol proses renovasi dst.

Bersama Suhud dan Puguh saat awal buka
Perjalanan pembangunan warung kopi ini sangat panjang dan melelahkan, kita menghabiskan waktu lebih kurang 9 bulan untuk renovasi dll. Proses ini lama karena kami sudah tidak punya modal di pertengahan jalan, sehingga harus keliling mencari pinjaman dari teman - teman. Saya sampai menangis kala itu, merasa menyesal kenapa harus memilih jalan sebagai wirausaha, saya merasakan lelah sekali. Maklum dalam proses kami beberapa kali tertipu, mungkin ini sebagai ujian awal karena saya baru pertama ini membangun usaha. Belum lagi saya harus mengurus segala persiapan saya untuk menikah. Intinya lelah sekali. Saya berpikir bahwa wajar saja jumlah pengusaha di suatu daerah tak banyak, ternyata begini lelah dan sulitnya merintis usaha kecil

Keumala saat baru 80 %.
Kini, setelah berjalan hampir setahun. Alhamdulillah beberapa harapan kami untuk dapat menghadirkan lapangan kerja untuk kita semua perlahan terwujud. Di Keumala Coffee saja dapat menaungi lebih kurang 20 orang. Mungkin hal ini juga yang membuat kami bahagia setelah berhasil melewati semua ujian di proses awal. Bahkan dalam sistem bisnis disini, ada gerobak yang dijadikan mitra untuk sama - sama berkembang. Makanya kami perbanyak gerobak agar semakin banyak ruang kerja untuk anak - anak muda lainnya.

Ada satu filosofi kenapa kita nekad membuka bisnis walau saat itu tidak ada dukungan modal yang cukup, salah satunya karena lingkungan kita, atau Aceh Singkil sedang berada dalam bonus demografi, ini bisa menjadi kekuatan besar jika kita memanfaatkannya. Atau jika kita diam maka dalam 10 tahun kedepan, bisa menjadi salah satu permasalahan baru di daerah. Mumpung kita masih muda dan energik, kesempatan ini harus dimaksimalkan untuk belajar dan berkarya. Kini Keumala Coffee telah tumbuh perlahan, dan kami berharap perjalanan kedepan nantinya memberi warna baru agar tempat ini tidak hanya menjadi tempat mencari rezeki, melainkan ruang - ruang untuk melahirkan imaginasi akan masa depan yang lebih baik.

Baca Juga : Pusat Jajanan Kuliner di Kota Rimo


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar