Setelah membaca buku
" Jalan Harus Terang " Sisi religius SBY dalam
gaduhnya politik, saya merasa ada banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dalam
kisah yang dituliskan di buku ini, sebuah catatan Ahmad Yani Basuki akan
kepemimpinan SBY dalam memimpin Bangsa Indonesia. Namun, dalam blog ini saya
menuliskan kisah beliau sejak lulus dari Akademi Militer hingga menjadi seorang
Presiden. Saya merasa tulisan menarik ini harus disebarluaskan agar pesan -
pesan kebaikan dan etos kerja yang luar biasa dapat kita pelajari, terutama
terhadap generasi muda. Tulisan ini adalah transkrip tausiah ba'da Jumat yang
disampaikan Bapak SBY kepada jamaah shalat Jumat di Pendopo Puri Cikeas Bogor,
pada 6 Januari 2012.
Tulisan ini menjadi sangat menarik karena saat itu saya berada dalam kondisi kegundahan hati, dan cerita ini memberikan semangat untuk kuat dan selalu totalitas dalam setiap pengabdian. Banyak yang tidak tau kesulitan dan perjalanan karir SBY saat masih aktif di TNI. Berikut potongan kisah yang sengaja tidak saya edit, karena merupakan penyampaian langsung oleh pak SBY dengan segala ciri khas kesantunan bahasanya.
Tulisan ini menjadi sangat menarik karena saat itu saya berada dalam kondisi kegundahan hati, dan cerita ini memberikan semangat untuk kuat dan selalu totalitas dalam setiap pengabdian. Banyak yang tidak tau kesulitan dan perjalanan karir SBY saat masih aktif di TNI. Berikut potongan kisah yang sengaja tidak saya edit, karena merupakan penyampaian langsung oleh pak SBY dengan segala ciri khas kesantunan bahasanya.
************
Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh
Saudara - saudara,
alhamdulillah kita baru saja menunaikan kewajiban kita melaksanakan Shalat Jumat bersama. Kita tadi sudah mendengarkan khotbah Jumat yang telah
disampaikan saudara Ahmad Yani Basuki.
Dalam kesempatan di hari yang
baik, bakda shalat Jumat ini, saya ingin menyampaikan pesan pesan yang mudah -
mudahan dapat menjadi tambahan bekal bagi saudara - saudara semua, yang saya
yakin masing - masing mempunyai cita - cita mulia dalam mengabdikan dirinya,
baik untuk keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya. Kalian masing -
masing tentu juga ingin menjadi pemimpin yang baik, yang sukses dan diridhai
oleh Allah SWT.
Sebagaimanan saudara ketahui bahwa ada dua dimensi hakikat kita mengemban tugas sehari - hari kita. Pertama - tama, posisi kita sebagai insan hamba Tuhan, kita menjalankan tugas dan kewajiban itu lebih dimaknai sebagai ibadah, yang semuanya adalah untuk Allah SWT. Sedangkan posisi yang kedua adalah sebagai warga negara, dari negara yang kita cintai ini, kita mengemban tugas dan kewajiban untuk negara. Jika kita mengemban tugas, Allah SWT memerintahkan kepada kita, kepada ummat Islam, untuk menjalankan tugas dengan penuh keikhlasan sambil memohon ridha Allah SWT. Dan itulah makna ibadah, menjalankan tugas dengan sepenuh hati dengan ikhlas dan semuanya itu tiadalah lain untuk Allah SWT. Sedangkan jika kita mengemban tugas yang diberikan oleh negara kita, apapun jenis yang kita emban itu, apapun profesi dan jabatan kita, maka tugas itu mestilah kita laksanakan sebaik - baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab.
Hakikatnya sama sebenarnya, tugas negara dilaksanakan dengan sebaik - baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab. Sementara ibadah kita laksanakan dengan sepenuh hati, dengan tulus, dengan ikhlas, sambil meningkatkan kepasrahan diri kita kepada Allah SWT, Tuhan Sang Pencipta.
Berkenaan dengan itu kalau kita jadikan satu sebenarnya, kita bisa memaknainya seperti ini. Setiap tugas yang kita embah haruslah kita laksanakan dengan penuh kecintaan. Tidakkah agama kita menurut sifatnya, untuk selalu menaburkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap kebaikan - kebaikan. Kalau kita mengerjakan segala sesuatu, tugas negara maksudnya, segalanya menjadi lebih ringan. Ibaratnya saudara mencintai dan menyayangi orang tua, istri, anak - anak, apapun persoalan yang muncul dalam kehidupan keluarga, karena rasa cinta dan kasih sayang, jika ada masalah selalu ada solusi dan jalan keluarnya.
Saudara mencintai, menyayangi banyak hal, apakah buku, apakah rumahnya, apakah sahabat, handai taulan, apapun yang terjadi, dengan cinta dan kasih sayang, maka selalu ditolong dan jika ada masalah selalu ada pula jalan keluarnya. Demikian juga di dalam mengemban tugas, seberat apapun itu, kadang kadang merasa belum ini belum itu, tetapi kalau pada dasarnya cinta pada profesi, pada apa yang telah diberikan negara, maka tugas itupun dilaksanakan sebaik - baiknya. Dan jika tugas dilaksanakan dengan sebaik - baiknya, hampir pasti yang datang adalah sukses atau keberhasilan.
Dari saudara - saudara yang hadir di ruangan ini banyak sekali jenis jabatan yang sedang masing - masing emban. Ada yang menjadi anggota pengamanan presiden, ada yang menjadi anggota rumah tangga presiden, ada yang bertugas di komando teritorial, baik itu di jajaran TNI maupun Polri, ada yang bertugas di lembaga kepresidenan, ada yang di staf khusus presiden, ada kepala sekretariat, semua mengemban tugas dan profesinya masing - masing sama, apapun tugas yang saudara emban semuanya, kalau dilatarbelakangi oleh, satu, ibadah kepada Allah SWT, maka tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan untuk negara kita, pelus memang kita tujukan profesi ini, segalanya akan menjadi ringan.
Saya ingin mengambil contoh tentang saudara - saudara, saudara - saudara adalah orang yang paling dekat dengan saya sebagai presiden sekarang ini. Ini boleh dikatakan kalau berbicara orang - orang terdekat, ya saudara - saudara semua. Oleh karena itu, saya ingin berbagi pengalaman , berbagi cerita tentang perjalanan hidup saya, suka dan duka, pasang dan surut, ups and down, agar semuanya nanti, punya keyakinan dan bisa mengatakan
" Ah kalau begitu, Pak SBY saja juga pernah mengalani masalah - masalah seperti itu, dan semua bisa diatasi, masak saya tidak bisa ".
Saya tidak tiba - tiba menjadi presiden, saya juga merangkak dari bawah. Saya lahir di Pacitan pada tanggal 9 September 1949 dari keluarga biasa, ayah saya seorang letnan meskipun kami punya darah pasantren dari Gontor dan Tremas. Tapi saya hidup di lingkungan komunitas biasa, komunitas Pacitan, yang dianggap komunitas tertinggal, komunitas miskin, waktu itu. Bersama keadaan seperti itu ya tidak mudah, tetapi justru yang lahir di hati saya adalah semangat dan cita - cita. Saya terus berusaha dan berdoa ,
" Ya Allah, tolonglah saya, berikanlah kekuatan kepada saya. Semoga dari kondisi seperti ini, dari situasi yang serba terbatas, serba kekurangan seperti ini, saya bisa berbuat yang baik untuk negeri ini, untuk rakyat dan untuk komunitas skami yang keadaannya seperti ini." Saya kira semua kita juga punya cita - cita seperti itu.
Sebagaimanan saudara ketahui bahwa ada dua dimensi hakikat kita mengemban tugas sehari - hari kita. Pertama - tama, posisi kita sebagai insan hamba Tuhan, kita menjalankan tugas dan kewajiban itu lebih dimaknai sebagai ibadah, yang semuanya adalah untuk Allah SWT. Sedangkan posisi yang kedua adalah sebagai warga negara, dari negara yang kita cintai ini, kita mengemban tugas dan kewajiban untuk negara. Jika kita mengemban tugas, Allah SWT memerintahkan kepada kita, kepada ummat Islam, untuk menjalankan tugas dengan penuh keikhlasan sambil memohon ridha Allah SWT. Dan itulah makna ibadah, menjalankan tugas dengan sepenuh hati dengan ikhlas dan semuanya itu tiadalah lain untuk Allah SWT. Sedangkan jika kita mengemban tugas yang diberikan oleh negara kita, apapun jenis yang kita emban itu, apapun profesi dan jabatan kita, maka tugas itu mestilah kita laksanakan sebaik - baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab.
Hakikatnya sama sebenarnya, tugas negara dilaksanakan dengan sebaik - baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab. Sementara ibadah kita laksanakan dengan sepenuh hati, dengan tulus, dengan ikhlas, sambil meningkatkan kepasrahan diri kita kepada Allah SWT, Tuhan Sang Pencipta.
Berkenaan dengan itu kalau kita jadikan satu sebenarnya, kita bisa memaknainya seperti ini. Setiap tugas yang kita embah haruslah kita laksanakan dengan penuh kecintaan. Tidakkah agama kita menurut sifatnya, untuk selalu menaburkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap kebaikan - kebaikan. Kalau kita mengerjakan segala sesuatu, tugas negara maksudnya, segalanya menjadi lebih ringan. Ibaratnya saudara mencintai dan menyayangi orang tua, istri, anak - anak, apapun persoalan yang muncul dalam kehidupan keluarga, karena rasa cinta dan kasih sayang, jika ada masalah selalu ada solusi dan jalan keluarnya.
Saudara mencintai, menyayangi banyak hal, apakah buku, apakah rumahnya, apakah sahabat, handai taulan, apapun yang terjadi, dengan cinta dan kasih sayang, maka selalu ditolong dan jika ada masalah selalu ada pula jalan keluarnya. Demikian juga di dalam mengemban tugas, seberat apapun itu, kadang kadang merasa belum ini belum itu, tetapi kalau pada dasarnya cinta pada profesi, pada apa yang telah diberikan negara, maka tugas itupun dilaksanakan sebaik - baiknya. Dan jika tugas dilaksanakan dengan sebaik - baiknya, hampir pasti yang datang adalah sukses atau keberhasilan.
Dari saudara - saudara yang hadir di ruangan ini banyak sekali jenis jabatan yang sedang masing - masing emban. Ada yang menjadi anggota pengamanan presiden, ada yang menjadi anggota rumah tangga presiden, ada yang bertugas di komando teritorial, baik itu di jajaran TNI maupun Polri, ada yang bertugas di lembaga kepresidenan, ada yang di staf khusus presiden, ada kepala sekretariat, semua mengemban tugas dan profesinya masing - masing sama, apapun tugas yang saudara emban semuanya, kalau dilatarbelakangi oleh, satu, ibadah kepada Allah SWT, maka tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan untuk negara kita, pelus memang kita tujukan profesi ini, segalanya akan menjadi ringan.
Saya ingin mengambil contoh tentang saudara - saudara, saudara - saudara adalah orang yang paling dekat dengan saya sebagai presiden sekarang ini. Ini boleh dikatakan kalau berbicara orang - orang terdekat, ya saudara - saudara semua. Oleh karena itu, saya ingin berbagi pengalaman , berbagi cerita tentang perjalanan hidup saya, suka dan duka, pasang dan surut, ups and down, agar semuanya nanti, punya keyakinan dan bisa mengatakan
" Ah kalau begitu, Pak SBY saja juga pernah mengalani masalah - masalah seperti itu, dan semua bisa diatasi, masak saya tidak bisa ".
Saya tidak tiba - tiba menjadi presiden, saya juga merangkak dari bawah. Saya lahir di Pacitan pada tanggal 9 September 1949 dari keluarga biasa, ayah saya seorang letnan meskipun kami punya darah pasantren dari Gontor dan Tremas. Tapi saya hidup di lingkungan komunitas biasa, komunitas Pacitan, yang dianggap komunitas tertinggal, komunitas miskin, waktu itu. Bersama keadaan seperti itu ya tidak mudah, tetapi justru yang lahir di hati saya adalah semangat dan cita - cita. Saya terus berusaha dan berdoa ,
" Ya Allah, tolonglah saya, berikanlah kekuatan kepada saya. Semoga dari kondisi seperti ini, dari situasi yang serba terbatas, serba kekurangan seperti ini, saya bisa berbuat yang baik untuk negeri ini, untuk rakyat dan untuk komunitas skami yang keadaannya seperti ini." Saya kira semua kita juga punya cita - cita seperti itu.
Singkat
kata, saya masuk Akademi Militer pada 9 Januari 1970, saya tamat pada bulan
Desember 1973, empat tahun saya menjalani pendidikan di Akmil, pertama saya
bertugas di Bandung, di Batalyon Infanteri Lintas Udara 330 Kujang I
Kostrad berdomisili di Dayeuhkolot. Sebagaimana perwira yang lain, saya merintis jabatan mulai dari Danton dan Danki. Kemudian saya menjadi Pasi Ops di Markas Brigade Infanteri di Lintas Udara 17 Kujang I. Nah, dari situlah saya sudah mulai merasakan adanya ujian - ujian perjalanan hidup yang berharga, yang ingin saya bagi dan ceritakan kepada saudara - saudara. Substansi pelajaran pentingnya, mengapa kita ini sering tidak dapat memilih tempat, memilih jabatan sesuai dengan keinginan kita masing - masing. Ternyata sering kali rencana manusia, tidak sama dengan rencana Tuhan, rencana Allah SWT.
Dan sering pula, yang kita anggap baik itu ternyata belum tentu baik menurut Allah SWT. Tetapi, saya percaya bahwa rencana Allah SWT selalu lebih baik dibandingkan rencana manusia. Nah, pada saat Letnan Dua, saya mendapat panggilan tugas ke Timur - Tengah menjadi anggota kontingen Indonesia untuk peace keeping mission di Timur - Tengah. Waktu itu, saya sudah siap berangkat, saya sudah memakai pakaian loreng, sudah pakai baret biru, sudah laporan kepada Panglima ABRI waktu itu dan siap berangkat. Tiba - tiba, ada peristiwa, saya dibatalkan berangkat gara - gara ada informasi tidak benar yang hakikatnya fitnah. Ini fitnah pertama yang saya terima, saya sedang mengurus ke Jakarta Yellow Card, kartu kuning untuk anggota organisasi, kemudian ditanya,
" Dimana itu Letnan Susilo Bambang Yudhoyono ?
Ada seorang Kapten yang menjawab " Tidak kelihatan ! Entah dimana ".
Ternyata Kapten itu, semacam disogoklah, ada yang ingin mengganti saya begitu. Singkat kata, ada perubahan dari rencana semula, dan ini jalan Allah SWT semuanya, saya batal berangkat. Atas pembatalan ini banyak yang heran, bahkan Pak Himawan Sutanto, Pangkostrad waktu itu, beliau yang memimpin, beliau mengenal saya sejak menjadi taruna Akademi Militer. Beliau juga ikut bertanya - tanya, kenapa saya tidak jadi berangkat ?
Ternyata kapten itu, semacam disogoklah, ada orang yang ingin mengganti saya begitu. Singkat kata, ada perubahan dari rencana semula, dan ini jalan Allah SWT semuanya, saya batal berangkat. Atas pembatalan ini banyak yang heran, bahkan Pak Irmawan Sutanto, Pangkostrad waktu itu, beliau yang memimpin, beliau mengenal saya sejak menjadi taruna Akademi Militer. Beliau juga ikut bertanya-tanya, kenapa saya tidak jadi berangkat?
Atas pembatalan itu tentu saja saya kecewa, sedih. Sudah mau berangkat tugas ke luar negeri, batal. Tetapi akhirnya saya ikhlas dan tawakal saja kepada Allah SWT. Karena saya yakin, keadaan ini juga tidak lepas dari kehendak Allah SWT. Ternyata apa yang terjadi kemudian? Beberapa bulan setelah itu saya mendapat panggilan untuk mengikuti pendidikan di Amerika Serikat, yaitu pendidikan Airborne dan Ranger, kalau di Indonesia pendidikan Para dan Komandan. Ternyata meskipun saya batal ke Timur Tengah, setelah tentu ada kecewanya, ada sedihnya, satu-dua hari setelah ikut, saya bersemangat kembali karena mendapat tugas yang juga terhormat. Itu juga takdir Allah, dan saya akhirnya mengikuti pendidikan Airborne dan Ranger di Amerika Serikat. Pendidikan yang terakhir inilah yang mengantarkan saya pada karier yang lebih baik. Ini contoh pertama.
Barangkali ada diantara kita yang kecewa karena yang diinginkan tidak dapat terwujud. Tetapi, yakinlah kalau kita ikhlas dan sabar, kita akan mendapatkan penggantinya jauh lebih baik dan lebih indah.
Kemudian masih di Brigif 17, saya akan dipromosikan menjadi Kepala Seksi Operasi (Kasiops). Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 di Cilidong. Sudah hampir keluar surat perintah itu, tiba-tiba saya ditarik ke Markas Besar Angkatan Darat sebagai Paban Muda Staf Operasi TNI AD, terus terang saya kalau boleh memilih, saya ingin masuk ke pasukan tempur sebagai Kasiops Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 di Cilidong. Tetapi, tentu kita tidak boleh memilih. Kecuali siap melaksanakan tugas. Dalam benak saya, sebagai Paban Muda pastilah posisi saya yang sangat bawah di antara para perwira yang ada di Mabesad waktu itu. Tapi Alhamdulillah, ternyata satu tahun di situ saya mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang berharga, khususnya tentang kerjasama internasional, Indonesia, Malaysia, dan sebagainya. Kekecewaan saya tidak menjadi Kasiops yang menjadi idaman saya waktu itu, ternyata alhamduillah terobati dengan posisi lain yang diberikan kepada saya ternyata posisi ini banyak gunanya bagi pengembangan karier saya selanjutnya.
Singkat kata, dalam perkembangan berikutnya saya mendapat peluang mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) Infantery Officer Advanced Course di Amerika Serikat. Selesai diklat biasanya orang ingin menjadi wakil komandan batalyon (Wadanyon) atau kepala seksi operasi (Kasiops) brigade, atau jabatan lainnya yang kita harapkan. Betul begitukan? Waktu saya di Amerika Serikat sudah ditelepon, diberitahukan akan dijadikan Kasiops di Brigade Linud 17 Cigantung. Yah tidak apa-apa tidak menjadi Wadanyon, jabatan itu saya pikir juga bagus. Tetapi sampai di Tanah Air berita yang sama terima itu batal semuanya. Saya ditugasi untuk menjadi guru militer (instruktur) di pusat Infanteri Bandung. Sebagai mana rumor yang berkembang, banyak yang tidak mau menjadi guru di Lemdik, karena katanya ini lahan kering. Betul begitu? Tetapi saya dengan tulus ikhlas menerika dan menjalani tugas sebagai guru militer di Pusat Infanteri Bandung selama dua tahun.
Kemudian, singkat kata, setelah itu ada kursus Komandan Batalion (Susdanyon), saya masuk Susdanyon. Pada waktu itu saya termasuk angkatan yang paling muda, angkatan ’73. Yang lain angkatan ’70, ;71’, dan ’72. Saya lulus dengan nilai yang baik, lulus baik itu biasanya bisa mendapatkan nilai yang baik, ada yang ingin ke Kostrad, ada yang ingin ke kodam-kodam di Jawa, di tempat-tempat yang bagus. Kabar burung, dikatakan saya akan menjadi Danyon di salah satu brigade lintas udara, berarti saya pulang kembali ke habitat. Tetapi kemudian berubah lagi infromasinya, saya akan menjadi salah satu komandan batalyon di Jawa Timur di Kodam V/Brawijaya, yaitu di Batalyon Sikatan yang ada di Surabaya. Tiba-tiba batal semua, dan akhirnya saya mendapat tugas sebagai Komandan Batalyon 744 di Timor-Timur. Bukan Jawa Timur tapi Timor-Timur, di Dili. Ada yang bilang ini sepertinya dibuang. Saya dengan ikhlas menerima tugas ini. Bersama istri, Ibu Ani, dan anak-anak saya, Agus Harimurti dan Edhie Baskoro yang masih kecil-kecil. Kami hijrah ke Dili dengan segala kesiapan mental menghadapi situasi di daerah operasi.
Ada yang ngguyoni, banyak orang yang tidak ingin menjadi guru, tidak ingin jadi dosen, ngapain juga ke Timor-Timur dan sebagainya. Tetapi saya menerima dengan penuh suka cita tugas itu. Barangkali jalan dan kehendak Allah SWT memang seperti itu, saya harus ke Timor-Timur. Sebelumnya saya memang sudah pernah bertugas dalam satuan penugasan di Timor-Timur sebagai Komandan Peleton (Danton) Batalion Infanteri 305 satu tahun lebih, dan sebagai Komandan Kompi (Danki) Batalyon 330 setahun kurang, dan akhirnya menjadi Danyon di daerah ini pula, alhamdulillah selama dua tahun setengah.
Kisah yang lain, sebelum bertugas ke Timor Timur dan masih di Pusat Infanteri, saya diberitahu akan diikutkan tes ujian masuk pendidikan Seskoad. Untuk itu, saya akan tekun belajar mempersiapkan diri menghadapi tes Seskoad. Melihat saya tiap kesempatan rajin belajar, ada yang godain:
Maka, saya pun tetap rajin belajar. Ketika saya merasa sudah mempersiapkan diri, tiba-tiba ada informasi, angkatan saya, angkatan ’73 belum boleh ikut ujian. Jadi langsung dikatakan saya tidak usah berpikir sekolah (Seskoad) dulu, tapi langsung berangkat tugas ke Timor-Timur menjadi Danyon. Ketika saya sudah berangkat tugas di Timor-Timur, ada informasi, ternyata angkatan saya sudah bisa ikut masuk Seskoad. Tentu ada perasaan kecewa mendengar berita ini, tetapi sekali lagi saya harus ikhlas dan sabar menjalaninya. Jadi dari angkatan saya yang pertama masuk Seskoad, adalah ketika saya jadi Danyon di Timor-Timur. Saya pun ikhlas menerima kenyataan ini, tidak apa-apa.
Baca Juga : Kisah Panjang Dibalik Perjalanan Karir SBY #2
Baca Juga : Kisah Panjang Dibalik Perjalanan Karir SBY #3
Dan sering pula, yang kita anggap baik itu ternyata belum tentu baik menurut Allah SWT. Tetapi, saya percaya bahwa rencana Allah SWT selalu lebih baik dibandingkan rencana manusia. Nah, pada saat Letnan Dua, saya mendapat panggilan tugas ke Timur - Tengah menjadi anggota kontingen Indonesia untuk peace keeping mission di Timur - Tengah. Waktu itu, saya sudah siap berangkat, saya sudah memakai pakaian loreng, sudah pakai baret biru, sudah laporan kepada Panglima ABRI waktu itu dan siap berangkat. Tiba - tiba, ada peristiwa, saya dibatalkan berangkat gara - gara ada informasi tidak benar yang hakikatnya fitnah. Ini fitnah pertama yang saya terima, saya sedang mengurus ke Jakarta Yellow Card, kartu kuning untuk anggota organisasi, kemudian ditanya,
" Dimana itu Letnan Susilo Bambang Yudhoyono ?
Ada seorang Kapten yang menjawab " Tidak kelihatan ! Entah dimana ".
Ternyata Kapten itu, semacam disogoklah, ada yang ingin mengganti saya begitu. Singkat kata, ada perubahan dari rencana semula, dan ini jalan Allah SWT semuanya, saya batal berangkat. Atas pembatalan ini banyak yang heran, bahkan Pak Himawan Sutanto, Pangkostrad waktu itu, beliau yang memimpin, beliau mengenal saya sejak menjadi taruna Akademi Militer. Beliau juga ikut bertanya - tanya, kenapa saya tidak jadi berangkat ?
Ternyata kapten itu, semacam disogoklah, ada orang yang ingin mengganti saya begitu. Singkat kata, ada perubahan dari rencana semula, dan ini jalan Allah SWT semuanya, saya batal berangkat. Atas pembatalan ini banyak yang heran, bahkan Pak Irmawan Sutanto, Pangkostrad waktu itu, beliau yang memimpin, beliau mengenal saya sejak menjadi taruna Akademi Militer. Beliau juga ikut bertanya-tanya, kenapa saya tidak jadi berangkat?
Atas pembatalan itu tentu saja saya kecewa, sedih. Sudah mau berangkat tugas ke luar negeri, batal. Tetapi akhirnya saya ikhlas dan tawakal saja kepada Allah SWT. Karena saya yakin, keadaan ini juga tidak lepas dari kehendak Allah SWT. Ternyata apa yang terjadi kemudian? Beberapa bulan setelah itu saya mendapat panggilan untuk mengikuti pendidikan di Amerika Serikat, yaitu pendidikan Airborne dan Ranger, kalau di Indonesia pendidikan Para dan Komandan. Ternyata meskipun saya batal ke Timur Tengah, setelah tentu ada kecewanya, ada sedihnya, satu-dua hari setelah ikut, saya bersemangat kembali karena mendapat tugas yang juga terhormat. Itu juga takdir Allah, dan saya akhirnya mengikuti pendidikan Airborne dan Ranger di Amerika Serikat. Pendidikan yang terakhir inilah yang mengantarkan saya pada karier yang lebih baik. Ini contoh pertama.
Barangkali ada diantara kita yang kecewa karena yang diinginkan tidak dapat terwujud. Tetapi, yakinlah kalau kita ikhlas dan sabar, kita akan mendapatkan penggantinya jauh lebih baik dan lebih indah.
Kemudian masih di Brigif 17, saya akan dipromosikan menjadi Kepala Seksi Operasi (Kasiops). Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 di Cilidong. Sudah hampir keluar surat perintah itu, tiba-tiba saya ditarik ke Markas Besar Angkatan Darat sebagai Paban Muda Staf Operasi TNI AD, terus terang saya kalau boleh memilih, saya ingin masuk ke pasukan tempur sebagai Kasiops Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 di Cilidong. Tetapi, tentu kita tidak boleh memilih. Kecuali siap melaksanakan tugas. Dalam benak saya, sebagai Paban Muda pastilah posisi saya yang sangat bawah di antara para perwira yang ada di Mabesad waktu itu. Tapi Alhamdulillah, ternyata satu tahun di situ saya mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang berharga, khususnya tentang kerjasama internasional, Indonesia, Malaysia, dan sebagainya. Kekecewaan saya tidak menjadi Kasiops yang menjadi idaman saya waktu itu, ternyata alhamduillah terobati dengan posisi lain yang diberikan kepada saya ternyata posisi ini banyak gunanya bagi pengembangan karier saya selanjutnya.
Singkat kata, dalam perkembangan berikutnya saya mendapat peluang mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) Infantery Officer Advanced Course di Amerika Serikat. Selesai diklat biasanya orang ingin menjadi wakil komandan batalyon (Wadanyon) atau kepala seksi operasi (Kasiops) brigade, atau jabatan lainnya yang kita harapkan. Betul begitukan? Waktu saya di Amerika Serikat sudah ditelepon, diberitahukan akan dijadikan Kasiops di Brigade Linud 17 Cigantung. Yah tidak apa-apa tidak menjadi Wadanyon, jabatan itu saya pikir juga bagus. Tetapi sampai di Tanah Air berita yang sama terima itu batal semuanya. Saya ditugasi untuk menjadi guru militer (instruktur) di pusat Infanteri Bandung. Sebagai mana rumor yang berkembang, banyak yang tidak mau menjadi guru di Lemdik, karena katanya ini lahan kering. Betul begitu? Tetapi saya dengan tulus ikhlas menerika dan menjalani tugas sebagai guru militer di Pusat Infanteri Bandung selama dua tahun.
Kemudian, singkat kata, setelah itu ada kursus Komandan Batalion (Susdanyon), saya masuk Susdanyon. Pada waktu itu saya termasuk angkatan yang paling muda, angkatan ’73. Yang lain angkatan ’70, ;71’, dan ’72. Saya lulus dengan nilai yang baik, lulus baik itu biasanya bisa mendapatkan nilai yang baik, ada yang ingin ke Kostrad, ada yang ingin ke kodam-kodam di Jawa, di tempat-tempat yang bagus. Kabar burung, dikatakan saya akan menjadi Danyon di salah satu brigade lintas udara, berarti saya pulang kembali ke habitat. Tetapi kemudian berubah lagi infromasinya, saya akan menjadi salah satu komandan batalyon di Jawa Timur di Kodam V/Brawijaya, yaitu di Batalyon Sikatan yang ada di Surabaya. Tiba-tiba batal semua, dan akhirnya saya mendapat tugas sebagai Komandan Batalyon 744 di Timor-Timur. Bukan Jawa Timur tapi Timor-Timur, di Dili. Ada yang bilang ini sepertinya dibuang. Saya dengan ikhlas menerima tugas ini. Bersama istri, Ibu Ani, dan anak-anak saya, Agus Harimurti dan Edhie Baskoro yang masih kecil-kecil. Kami hijrah ke Dili dengan segala kesiapan mental menghadapi situasi di daerah operasi.
Ada yang ngguyoni, banyak orang yang tidak ingin menjadi guru, tidak ingin jadi dosen, ngapain juga ke Timor-Timur dan sebagainya. Tetapi saya menerima dengan penuh suka cita tugas itu. Barangkali jalan dan kehendak Allah SWT memang seperti itu, saya harus ke Timor-Timur. Sebelumnya saya memang sudah pernah bertugas dalam satuan penugasan di Timor-Timur sebagai Komandan Peleton (Danton) Batalion Infanteri 305 satu tahun lebih, dan sebagai Komandan Kompi (Danki) Batalyon 330 setahun kurang, dan akhirnya menjadi Danyon di daerah ini pula, alhamdulillah selama dua tahun setengah.
Kisah yang lain, sebelum bertugas ke Timor Timur dan masih di Pusat Infanteri, saya diberitahu akan diikutkan tes ujian masuk pendidikan Seskoad. Untuk itu, saya akan tekun belajar mempersiapkan diri menghadapi tes Seskoad. Melihat saya tiap kesempatan rajin belajar, ada yang godain:
“Ah, ngapain capek-capek belajar, Seskoad itu gampang, kalau
punya uang... itu gampang.” Dalam hati saya berkata: “Saya
nggak punya uang, yang saya punyai hanyalah giat belajar.”
Maka, saya pun tetap rajin belajar. Ketika saya merasa sudah mempersiapkan diri, tiba-tiba ada informasi, angkatan saya, angkatan ’73 belum boleh ikut ujian. Jadi langsung dikatakan saya tidak usah berpikir sekolah (Seskoad) dulu, tapi langsung berangkat tugas ke Timor-Timur menjadi Danyon. Ketika saya sudah berangkat tugas di Timor-Timur, ada informasi, ternyata angkatan saya sudah bisa ikut masuk Seskoad. Tentu ada perasaan kecewa mendengar berita ini, tetapi sekali lagi saya harus ikhlas dan sabar menjalaninya. Jadi dari angkatan saya yang pertama masuk Seskoad, adalah ketika saya jadi Danyon di Timor-Timur. Saya pun ikhlas menerima kenyataan ini, tidak apa-apa.
Baca Juga : Kisah Panjang Dibalik Perjalanan Karir SBY #2
Baca Juga : Kisah Panjang Dibalik Perjalanan Karir SBY #3
0 komentar