Kisah Panjang Dibalik Perjalanan Karir SBY #3

By Keumala Bangsa - January 06, 2019


Jika melihat perjalanan hidup saya sejak letnan sampai bintang dua, jabatan-jabatan saya hampir semuanya berkaitan dengan tugas operasi. Pernah bertugas di staf operasi, pernah menjabat Danton, Danki, Danyon, dan Danbrig. Pernah bertugas di daerah operasi Timor-Timur, 5 tahun dan di Bosnia. Lama bertugas di jajaran Brigif Lintas Udara. Mestinya penugasan saya selanjutnya berhubungan dengan tugas-tugas sebelumnya. Tetapi penempatan jabatan selanjutnya, ibaratnya tiba-tiba tidak ada angin tidak ada hujan saya dijadikan Asisten Staf Politik (Assopol) ABRI.

Sebetulnya dalam hati saya mempertanyakan, mengapa sebagai Assospol ABRI. Saya tidak pernah bertugas aktif di teritorial, di dunia politik dan sejenisnya. Tapi lagi-lagi, saya bismillah ikhlas dan rida menjalani tugas menjadi Assopol ABRI. Pada saaat saya menjadi Assopol ABRI atau Pangkostrad waktu itu. Sesuai dengan latar belakang perjalanan karier saya, saya sempat disebut-sebut menjadi jabatan Kasum ABRI. Kasum ABRI, Letjen TNI Tarub katanya meminta saya – yang disebutnya mantan Pangdam II/Swj, Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono – mengganti beliau dengan jabatan tersebut. Sementara yang disiaokan menjadi Pangkostrad adalah Prabowo Subianto. Tentu, saya menyatakan siap saja. Akhrinya, Prabowo Subianto memang menjadi Pangkostrad, dan saya memandang memang jabatan tersebut untuk Prabowo Subianto. Tetapi untuk saya, tiba-tiba ada perubahan, saya bukan menjadi Kasum, tetapi menjadi Kassospol ABRI.


Kami tahu waktu itu,  jabatan Kassospol ABRI tidak diminati banyak orang, dan bahkan banyak yang menghindarinya. Tetapi sekali lagi, saya ikhlas dan rida mengemban tugas ini. Dan setelah saya hayati dan jalani tugas ini, justru akhirnya saya menemukan hikmahnya, karena datangnya masa reformasi internal TNI, maupun reformasi nassional pada umumnya. Di situlah saya mempunyai kesempatan untuk menyumbangkan pikiran-pikiran saya untuk ABRI yang sedang mendapat hujatan habis-habisan ketika itu. Sesuai perintah panglima ABRI, dua tahun saya memimpin jalannya reformasi ABRI. Saya keliling Indonesia, keliling kampus, menemui dan berdiskusi dengan para pemikir dan reformis. Di sinilah saya berpikir barang kali Allah SWT memang sedang memberikan pelajaran, pendidikan, dan pelatihan kepada saya. Tentang kehidupan bernegara, tentang demokrasi, tentang hak asasi manusia dan sebagainya.

Selanjutnya terjadi perubahan di situasi Pak B.J. Habibie mengakhiri tugasnya sebagai predisen RI digantikan K.H Abdurrraman Wahid atau Gus Dur. Pada saat itulah terjadi mutasi. Saya diusulkan secara tertulis kepada presiden untuk menjadi Kepala Staf Angkata Darat (Kasad). Tetapi ternyata presiden tidak setuju dan tiba-tiba dikatakan lebih baik menjadi menteri.


Terus terang cita-cita saya bukan itu. Jadi, ketika mendengar berita itu, sesaat saya, istri, dan anak-anak merasa sedih dengan berita perubahan ini. Pada waktu itu, jika saya diberi kesempatan memilih, tentu saya lebih memilih menjadi Kasad dari pada menjadi menteri. Sebagai alumni Lembah Tidar, alumni Akademi Militer, saya mempunyai cita-cita untuk dapat sampai tuntas mengabdikan diri saya di lingkungan ABRI/TNI. Untuk itu saya juga berusaha mohon kepada Panglima ABRI waktu itu, apakah bisa diusulkan kepada Bapak Presiden, biarkan kami tetap di lingkungan ABRI saja. Meskipun jabatan menteri lebih tinggi, kalau bisa saya tetap di lingkungan Angkatan Darat saja. Tetapi ternyata tidak bisa, dana saya dipanggil menghadap Presiden Gus Dur. Saya ditanya, diberitahu untuk diberi jabatan menteri, yaitu menjadi Menteri Pertambangan dan Energi. Saya sempat mengajukan pertanyaan kepada beliau:

“Bapak Presiden apakah ini masih permintaan kepada saya, atau perintah, tugas?” Presiden Gus Dur dengan tegas menyatakan: “Ini tugas!” Atas jawaban Presiden ini, saya langsung mengambil sikap sempurna, dan menyatakan: “Siap kerjakan!”

Sungguh, menjadi Menteri Pertambangan dan Energi sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan. Saya tidak pernah bersekolah bidang pertambangan dan energi. Masa lalu saya juga tidak ada yang berhubungan dengan bidang tersebut. Dan saya tahu memang jabatan ini menjadi rebutan orang, karena jabatan ini dipandang jabatan prestisius.

Jadi, terus terang saja memasuki lembaga ini tadinya karena perintah negara. Tetapi di sinilah kembali saja harus belajar pada sesuatu yang baru. Saya belajar dengan cepat dan menyayangi profesi saya yang baru ini. Ternyata, setelah 6 bulan saya merasa dapat menguasai masalah, dan 2 bulan saya bisa menyelesaikan beberapa masalah dalam lembaga ini. Hanya satu tahun saya menjadi Menteri Pertambangan dan Energi, kemudian saya diberi keprcayaan menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, kembali ke profesi yang berhubungan dengan habitat saya. Karena di sini ada kaitannya dengan masalah TNI, Polri, dan masalaj pertahanan dan keamanan dan sebagainya. Di sini pula akhirnya saya mendapat promosi pangkat menjadi bintang 4 (jenderal penuh). Jadi, apa yang saya dapatkan di Lembah Tidar, di situ juga saya capat selanjutnya. Walaupun sempat terlempar keluar, akhirnya kembali ke habitat saya lagi.


Perjalanan selanjutnya, saya kira saudara juga mengikuti. Setelah itu saya diberhentikan dari jabatan saya oleh Presiden Gus Dur, karena saya tidak setuju dengan kebijakan presiden yang akan membubarkan DPR dan MPR. Saya terima keputusan pemberhentian itu dengan ikhlas tanpa banyak komentar.

Demikianlah sebagian dari kisah perjalanan saya sebelum menjadi presiden. Sebagai seorang alumni Akademi Militer, sebagai prajurit TNI Angkatan Darat, saya memang pernah sedih ketika gagal menjadi Kasad. Tetapi setelah saya merenung dan berpikir saudara-saudara, andaikata saya menjadi Kasad pada waktu itu, barangkali nasib saya belum tentu seperti sekarang. Bisa jadi, karena situasi politik, kemudian ada kebijakan atau perintah Bapak Presiden yang barangkali secara logika tidak tepat, sehingga atas pertimbangan logika pribadi maupun logika sebagai pimpinan TNI Angkatan Darat, kami berbeda pendapat atau menolaknya, sehingga karenanya mungkin saya dicopot dari Kasad dan akhirnya saya tidak jadi apa-apa. Hal ini sangat mungkin terjadi waktu itu. Tapi alhamdulillah yang terjadi tidak seperti itu. Di sinilah saya selalu yakin rencana Allah SWT pastilah yang terbaik. Rencana dan kehendak Allah SWT selalu indah untuk dikenang dan dirasakan, dan itulah yang terbaik.


Dari kisah nyata yang saya sampaikan tadi, saya ingin menyampaikan pesan atau membagi pelajaran pentingnya saudara-saudara. Pertama, jika  saudara-saudara sekarang ini seang mengemban tugas, tugas apapun, percayalah itu jalan Tuhan Yang Mahakuasa, jalan Allah SWT. Dan kalau tugas itu sudah kalian yakini bernilai ibadah, dan juga sebagai tugas negara, maka tidak ada alternatif lain bagi saudara-saudara, kecuali mengemban tugas itu dengan sebaik-baiknya. Jika saudara-saudara konsisten, istiqamah, dengan sikap dan tindakan demikian. Insya Allah kalian akan menjadi orang-orang yang berhasil semuanya. 

Kedua,
jika saudara-sudara masing-masing mempunyai keinginan atau cita-cita, apapun bentuknya, apakah keinginan untuk sekolaj, untuk tugas, untuk jabatan, atau apapun begitu, tetapi tidak segera terpenuhi, atau justru yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, janganlah putus asa. Jangan lantas menganggap itu menjadi akhir dari segalanya. Bahkan sebaliknya berprasangka baiklah, husnuzhanlah, bisa jadi justru itu yang terbaik dari Allah. Ketiga, di manapun kalian bertugas dan bisa berprestai, berprestasilah dan berkaryalah. Dalam hal ini, bagi saya, mudah-mudahan saudara-saudara sependapat dengan saya, bukan jabatan yang membikin seseorang menjadi besar, tetapi karena orang itulah yang membikin sesuatu jabatan menjadi besar. 

Seperti itulah prinsip saya, ketika saya menjalani tugas sebagai dosen Seskoad dan menjadi staf ahli di Dispenad. Begitu juga ketika saya menjadi Kassospol ABRI. Semula banyak orang tidak mengenal atau bahkan mempertanyakan apa Kassospol ABRI, tetapi selanjutnya justru Sospol ABRI menjadi dikenal banyak orang, begitu seterusnya sampai dilikuidasinya organisasi ini sebagai bagian dari agenda reformasi internal TNI.
 

Oleh karena itu, kembali kepada hikmah ibadah shalat Jumat kita hari ini, saya menggarisbawahi bahwa dalan kehidupan kita hari ini, kita mengemban dua macam tugas. Yaitu, satu tugas dari negara, dan satu tugas dari Allah SWT. Yang dari Allah SWT, hakikatnya semua karya pengabdian kita semata-mata untuk ibadah kita kepada Allah SWT. Untuk itu berkarya dan berbuat ikhlaslah, tuluslah seraya berserah diri agar mendapat rida-Nya. Kemudian kalau berkaitan dengan tugas negara, mari kita laksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab dan juga diniati sebagai ibadah kepada Allah SWT. Lebih dari itu, kita bekerja harus dilandasi dengan cinta kepada profesi, cinta kepada pekerjaan, cinta kepada apa yang diberikan kepada kita. Dengan demikian insya Alllah semuanya akan berakhir membawa kebaikan bagi kita semua. Itulah jalan yang mengantarkan kita kepada keberhasilan dan martabat kemuliaan.
 

Demikianlah saudara-saudara yang saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Semoga renungan ini menambah keyakinan saudara-saudara dalam bersama-sama menjalani tugas negara dan perintah Tuhan Yang Mahakuasa, Allah SWT. Amiin Yaa rabbalaalamiin. Sekian, dan terima kasih.


Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar