Sepatu Midun " Kini ku tetapkan tekad untuk menulis. Menyampaikan apa yang ingin ku sampaikan, memperlihatkan apa yang aku lihat, dan memberitahukan apa yang sepatutnya diketahui." Dora Asra |
Sore jumat, saat itu bersama relawan Turun Tangan Aceh sedang dalam perjalanan Banda Aceh – Aceh Besar. Tepatnya dari Banda Aceh menuju Lhoong, Aceh Besar yang berada di sekitaran kaki Gunung Kulu. Lintasan jalan ke arah Geureute. Hari itu tanggal 1 Mei, tujuan kami ke SDN 1 Cot Jeumpa. Demi menyambut Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada tanggal 2 Mei besok, kami berusaha menyusun rencana untuk membangkitkan hari pendidikan bersama anak-anak sekolah pedalaman yang jauh dari hiruk pikuk keramaian.
Pukul 18.58
tepat waktunya shalat magrib kami tiba di sekolah. Belum pun pagi tiba aku
sudah membayangkan kelangsungan upacara besok pagi dilapangan sekolah ini.
Bayangan upacara bersama puluhan anak SD 1 Cot Jeumpa itu kini terjadi sudah.
Acara sebenarnya barulah dimulai, para relawan berbaur bersama anak-anak mulai
dari murid kelas 1 sampai kelas 6 SD. Semua relawan mengambil bagian
masing-masing, ada yang mengisi kelas cita-cita, kelas peduli lingkungan, kelas
kesehatan dan kelas kreativitas. Interaksi
ini yang mempertemukan kami dengan salah seorang anak yang cukup menyilukan
hati ketika melihatnya. Kelincahan dan keaktifannya bergerak dikelas dan
berlari-lari di halaman sekolah, seakan tidak percaya pada alas kaki yang
dikenakannya. kami tidak menyangka ia bisa seluasa itu bergerak dengan
sepatunya yang koyak. Koyaknya pun bukanlah koyak biasa, koyakkannya sudah
seperti dibelah. Sepasang sepatunya telah koyak di sisi kanan sepatu kiri dan
sisi kiri sepatu kanan. Koyakkannya yang begitu besar sangat mudah sekali
terlihat oleh mata siapapun yang memandangnya.
Dudun si bocah kecil sang pemilik sepatu sekarang duduk di kelas 3 SD, layaknya sikap anak-anak seumurannya yang suka bermain, dudun pun sangat aktif. Beberapa pengajar sampai kewalahan dibuatnya, namun kepolosan dan candanya membuat kami ingin tertawa. Ia anak yang baik, ia juga anak yang pintar. Saat perlombaan menggambar ia terpilih sebagai juara 3. Tentu saja tidak sembarangan anak yang terpilih, hanya gambar yang memiliki nilai seni yang tinggilah yang memenangkannya. Kondisi Dudun menjadi petunjuk bagi kami untuk melirik kepada murid yang lain. Selain dirinya ternyata ada seorang lagi yang memiliki nasib sepatu seperti Dudun, namun sepatu bocah yang juga duduk di kelas 3 ini tidak seburuk sepatu yang dimiliki Dudun.
Namanya
Muhammad Sitqi, ia anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya juga bersekolah di sekolah
yang sama, tingkatan kelas kakaknya selisih dua kelas diatasnya. Jarak
rumah Sitqi tidak jauh dari sekolah, rumahnya cukup sederhana, berukuran 4x4
dengan 2 ruang kamar, di dinding ruang tamu bergantung jala ikan dan
terurai panjang sampai kelantai, lantainya beralaskan semen namun semennya
tidak rata lagi, beberapa sudut terdapat retakkan dan retakkan itu sampai
menggelupas bagian semen paling atas. Pekerja ayah Sitqi sepertinya melaut,
warna kulit ayah Sitqi semakin memperkuat dugaan tersebut. Berbeda dengan
Dudun, sikap Sitqi jauh lebih tenang dan banyak diam. Ia hanya berbicara ketika
ditanyakan.
Bagi
sebagian orang tua membelikan sepatu dan kebutuhan sekolah lainnya bukanlah
persoalan. Melihat anak-anak mau sekolah saja sudah membuat orang tua senang,
segala yang diperlukan pun sebisa mungkin dipenuhi. Bahkan tidak cukup sekali
beli, setiap naik kelas hampir semuanya serba baru, tas, sepatu, baju, buku
selalu berganti. Padahal barang lama masih layak dipakai. Berbeda sekali dengan
kehidupan orang yang tidak punya, bila sudah benar-benar tidak bisa dipakai
lagi barulah diganti dengan yang baru.
Afrizal bersama Midun |
Semoga
rezeki dan kemudahan selalu dilimpahkan kepada keluarga yang menyekolahkan
anak-anaknya dan kepada orang tua yang mendidik anaknya dengan baik. Bulan Desember
nanti usia Sitqi genap 10 tahun, ia bercita-cita menjadi seorang Dokter. Akupun
tidak punya kesempatan menanyakan mengapa ia ingin menjadi Dokter.
Ini hanya
sebagian kecil potret kehidupan anak bangsa yang memilukan jiwa. Ditempat lain
bahkan ada anak murid yang sekolah beralaskan kaki. Dan adapula yang
belum pernah mengenyam pendidikan di sekolah sama sekali. Inilah kondisi
pendidikan negeri ini, masih perlu banyak perbaikan dan butuh uluran tangan
masyarakatnya. Andai
saja uang rakyat tidak dikorupsi, andai saja semua orang kaya dermawan, dan
andai saja semua orang saling peduli. Negeri ini pasti bisa lebih baik dari
ini.
TETAP OPTIMIS!!!
Oleh Dora
Asra
0 komentar