Sepatu Baru Untuk Mereka

By Si Anak Rimo - July 04, 2018


Sepatu Midun

" Kini ku tetapkan tekad untuk menulis. Menyampaikan apa yang ingin ku sampaikan, memperlihatkan apa yang aku lihat, dan memberitahukan apa yang sepatutnya diketahui." Dora Asra
Perjalanan ini terasa hambar  tanpa dokumentasi dan nyaris kosong bila tidak menuliskannya. Ibarat toples kosong yang tidak menyisakan sepotong kue pun, tidak ada yang tahu kue apa sebelumnya yang mengisi topples. Begitu pun perjalanan ini, tidak akan ada yang tahu apa dan bagaimana suasana hari itu, tidak ada yang bisa dilihat dan dibaca. Ada banyak cerita yang bisa dikisahkan setiap kali berpergian/mengunjungi suatu tempat, baik ketika sedang bersama teman-teman komunitas maupun ketika ku berpergian sendiri. Namun tak pernah sekalipun ku menggerakkan tangan ini untuk menuliskannya segera. Padahal tadinya punya segepok cerita yang ingin dituliskan. Tapi, lagi-lagi hasratku menulis memudar, waktu menawarkan hari esok dan esok, terus mengulur-ulur waktu. Dan pada akhirnya hilang tidak berbekas. Kebiasaan buruk yang harus disingkirkan. 

Sore jumat, saat itu bersama relawan Turun Tangan Aceh sedang dalam perjalanan Banda Aceh – Aceh Besar. Tepatnya dari Banda Aceh menuju Lhoong, Aceh Besar yang berada di sekitaran kaki Gunung Kulu. Lintasan jalan ke arah Geureute. Hari itu tanggal 1 Mei, tujuan kami ke SDN 1 Cot Jeumpa. Demi menyambut Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada tanggal 2 Mei besok, kami berusaha menyusun rencana untuk membangkitkan hari pendidikan bersama anak-anak sekolah pedalaman yang jauh dari hiruk pikuk keramaian.

Pukul 18.58 tepat waktunya shalat magrib kami tiba di sekolah. Belum pun pagi tiba aku sudah membayangkan kelangsungan upacara besok pagi dilapangan sekolah ini. Bayangan upacara bersama puluhan anak SD 1 Cot Jeumpa itu kini terjadi sudah. Acara sebenarnya barulah dimulai, para relawan berbaur bersama anak-anak mulai dari murid kelas 1 sampai kelas 6 SD. Semua relawan mengambil bagian masing-masing, ada yang mengisi kelas cita-cita, kelas peduli lingkungan, kelas kesehatan dan kelas kreativitas. Interaksi ini yang mempertemukan kami dengan salah seorang anak yang cukup menyilukan hati ketika melihatnya. Kelincahan dan keaktifannya bergerak dikelas dan berlari-lari di halaman sekolah, seakan tidak percaya pada alas kaki yang dikenakannya. kami tidak menyangka ia bisa seluasa itu bergerak dengan sepatunya yang koyak. Koyaknya pun bukanlah koyak biasa, koyakkannya sudah seperti dibelah. Sepasang sepatunya telah koyak di sisi kanan sepatu kiri dan sisi kiri sepatu kanan. Koyakkannya yang begitu besar sangat mudah sekali terlihat oleh mata siapapun yang memandangnya. 

Dudun si bocah kecil sang pemilik sepatu sekarang duduk di kelas 3 SD, layaknya sikap anak-anak seumurannya yang suka bermain, dudun pun sangat aktif. Beberapa pengajar sampai kewalahan dibuatnya, namun kepolosan dan candanya membuat kami ingin tertawa. Ia anak yang baik, ia juga anak yang pintar. Saat perlombaan menggambar ia terpilih sebagai juara 3. Tentu saja tidak sembarangan anak yang terpilih, hanya gambar yang memiliki nilai seni yang tinggilah yang memenangkannya. Kondisi Dudun menjadi petunjuk bagi kami untuk melirik kepada murid yang lain. Selain dirinya ternyata ada seorang lagi yang memiliki nasib sepatu seperti Dudun, namun sepatu bocah yang juga duduk di kelas 3 ini tidak seburuk sepatu yang dimiliki Dudun. 


Namanya Muhammad Sitqi, ia anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya juga bersekolah di sekolah yang sama, tingkatan kelas kakaknya selisih dua kelas diatasnya.  Jarak rumah Sitqi tidak jauh dari sekolah, rumahnya cukup sederhana, berukuran 4x4 dengan  2 ruang kamar, di dinding ruang tamu bergantung jala ikan dan terurai panjang sampai kelantai, lantainya beralaskan semen namun semennya tidak rata lagi, beberapa sudut terdapat retakkan dan retakkan itu sampai menggelupas bagian semen paling atas. Pekerja ayah Sitqi sepertinya melaut, warna kulit ayah Sitqi semakin memperkuat dugaan tersebut. Berbeda dengan Dudun, sikap Sitqi jauh lebih tenang dan banyak diam. Ia hanya berbicara ketika ditanyakan. 

Bagi sebagian orang tua membelikan sepatu dan kebutuhan sekolah lainnya bukanlah persoalan. Melihat anak-anak mau sekolah saja sudah membuat orang tua senang, segala yang diperlukan pun sebisa mungkin dipenuhi. Bahkan tidak cukup sekali beli, setiap naik kelas hampir semuanya serba baru, tas, sepatu, baju, buku selalu berganti. Padahal barang lama masih layak dipakai. Berbeda sekali dengan kehidupan orang yang tidak punya, bila sudah benar-benar tidak bisa dipakai lagi barulah diganti dengan yang baru. 

Afrizal bersama Midun
Namun hari ini kami melihat. Kondisi sepatu yang benar-benar tidak layak pakai lagi pun masih ada yang memakainya. Alas sepatu dalamnya sudah tidak ada lagi, hanya kaos kaki yang menjadi penghalang bertemunya antara kulit kaki dengan tapak sepatu yang berlubang-lubang dan keras. Bagaimanakah sakitnya?  Adakah ia mengeluh?  pernahkah ia menangis? Mungkin,  rasa sakitnya pun tidak terasa lagi, kulit sudah kebal karena sudah terlalu sering dipakai. Sitqi bukanlah anak yang lemah dan malas. Meskipun kondisi kehidupan keluarganya dalam keadaan kurang mampu tidak berarti ia menguburkan cita-citanya. Ia juga berhak memiliki harapan sama  seperti harapan anak-anak lainnya yang bisa sekolah dan sukses. Ia anak yang beruntung karena memiliki orang tua yang masih memikirkan masa depannya. Keterbatasan dan himpitan keuangan keluargannya pasti terasa begitu berat membiayai sekolah kedua anaknya, menggantikan sepatu koyak dengan sepatu baru pastilah harapan orang tua Sitqi yang ingin dihadiahkan kepadanya. 

Semoga rezeki dan kemudahan selalu dilimpahkan kepada keluarga yang menyekolahkan anak-anaknya dan kepada orang tua yang mendidik anaknya dengan baik. Bulan Desember nanti usia Sitqi genap 10 tahun, ia bercita-cita menjadi seorang Dokter. Akupun tidak punya kesempatan menanyakan mengapa ia ingin menjadi Dokter. 

Ini hanya sebagian kecil potret kehidupan anak bangsa yang memilukan jiwa. Ditempat lain bahkan ada anak murid yang sekolah beralaskan kaki.  Dan adapula yang belum pernah mengenyam pendidikan di sekolah sama sekali. Inilah kondisi pendidikan negeri ini, masih perlu banyak perbaikan dan butuh uluran tangan masyarakatnya. Andai saja uang rakyat tidak dikorupsi, andai saja semua orang kaya dermawan, dan andai saja semua orang saling peduli. Negeri ini pasti bisa lebih baik dari ini.

TETAP OPTIMIS!!!

Oleh Dora Asra

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar