- Anonim
Selamanya kita menjadi sahabat, tak peduli peran apa
yang kita bawakan untuk satu sama lain di masa mendatang. Berjanjilah,
untuk saling menumbuhkan, saling memberi kebaikan dan mengingatkan untuk
perbaikan. Ada sebuah puisi dari Tere Liye tentang Sahabat yang dapat menggambarkan foto ini. Moment ini diabadikan pada tahun 2014 lalu, saat melakukan piknik ke Rumah Pohon di Saree, jika biasanya kita melepas penat dengan berkunjung ke laut, sekali ini kita berkunjung ke gunung.
Niaamaia asked " Suatu hari, jika kau tak tau lagi sebenarnya kearah mana bintang mu itu sedang bersinar, apa yang akan kau lakukan, ?? melepaskan atau bertahan ".Selama aku bisa, aku akan bertahan. Aku akan menatap langit yang sama setiap harinya untuk memastikan dia tetap berpijar di atas sana. Dan sungguh tidak apa-apa jika sinarnya ternyata bukan untuk aku.
Aku hanya akan melepaskannya, jika dia tidak mungkin lagi untuk ku perjuangkan dan aku harus keluar dari orbitnya agar ia tenang bersama orbitnya.
Setiap orang memiliki sesuatu hal yang ingin ia dapatkan dan terus perjuangkan, beberapa mereka memiliki impian yang sama namun ada banyak juga yang berbeda, semua berputar mengitari orbitnya. Tidak semua yang kita perjuangkan ingin diperjuangkan, kamu pasti paham maksud kalimat ini. Jika itu menyangkut rasa, maka akan ada masa dimana rasa itu hanya berada di satu pihak dan pihak lainnya tidak menginginkan perjuangan mu.
Menghadiri Wisuda Sahabat tahun 2015 |
Ini adalah pesan yang masuk ke
smartphone semalam. Pesan dari seorang adik yang baru saja wisuda seminggu yang
lalu. Kebetulan sehari sebelumnya aku bertemu dan berdiskusi panjang dengan
seorang ibu tentang fase setelah wisuda.
Tentu menjadi sarjana adalah sebuah
impian para mahasiswa. Ia akan lalui berbagai rintangan dan ujian untuk dapat
merasakan bagaimana toga itu menghiasi hari bahagia itu. Wisuda adalah waktu
dimana semua kebahagian akan tumpah ruah bersama air mata yang tak akan malu -
malu menetes dari kelopak mata. Semua kebahagian terasa lengkap hari itu.
Kota Tua Jakarta |
Kala berkayuh menuju pantai, kerap bersua ragam halangan. Tidak semua
hasrat kan sampai, kadang terbentur di tengah jalan. Tapi bila kaki
telah melangkah, jangan dikenang lagi akan kembali. Walaupun tiang layar
bergerak patah, namun sebelum sampai jangan berhenti. Janganlah hati
beragak singgah karena melihat pulau indah menarik, bukan semua yang
tampak indah tahan luntur di panas terik. Bukan semua cita - cita dapat
dicapai dengan mudahnya, tapi ku yakin dibalik derita bahagia menanti
sesudahnya. Bila bintang tak jua terbit, harus tabah hati menerima.
Yakinlah bila bulan dah sabit esok lusa pasti purnama. - Lirik lagu
qasidah kesukaan Mamak, lagu yang paling sering di dengar semasa kecil.
Tak seorang pun anak yang sanggup terlalu lama berpisah jarak dengan ibu, akan selalu hadir rindu yang begitu dalam. Sebaik apapun kota tempat sang anak menetap, seramah apapun masyarakat menyambutnya, sebanyak apapun materi yang ia miliki, kasih sayang ibu tak akan ada tandingannya.
http://anaklusmvos.tumblr.com |
Karena ombak tahu kesedihan pantai. Sedikit demi sedikit, pelan-pelan
ia akan melarung tubuhnya untuk kemudian ditamparkannya ke pasir-pasir
itu; lalu memperdengarkan suara tangisan paling merdu. Dan ia tidak apa
bila harus menabrak karang dan segala yang menyakitkan, asalkan ia mampu
menggapai dan memeluk pantai yang teramat ia cintai.
Seperti yang pernah disabdakan ombak pada pantai; “ segala yang tak kauberitahu adalah dukaku, maka berceritalah; kau akan mengerti mengapa aku diciptakan.” - Kunamai bintang itu kamu
Tidak apa jika harus terluka dan terhempas oleh kerasanya karang, tak pernah ia memikirkan akan betapa perihnya menabrak karang yang begitu kokoh di pantai, semua ia lakukan untuk sampai kepada yang ia rindukan. Seperti yang pernah disabdakan ombak pada pantai; “ segala yang tak kauberitahu adalah dukaku, maka berceritalah; kau akan mengerti mengapa aku diciptakan.” - Kunamai bintang itu kamu
Lalu sang pantai bersabda, " Janganlah kau datang jika kau harus terjatuh dan menanggung beban sakit yang teramat sangat, aku tak kuasa melihat mu seperti ini "
Ombak pun kembali datang membawa segenap rindu dan cinta yang mendalam, dan kemudian kembali terhempas dalam, merobek seluruh yang ada dan menyisakan kepedihan karena pantai tak kunjung menyambutnya. Ombak pun menangis bersama angin laut yang terus berhembus. Ia tanyakan pada ikan - ikan dilautan perihal rindu yang tak kunjung berbalas, ikan - ikan pun menangis meminta sang ombak untuk berhenti menyakiti dirinya sendiri. Namun, sang ombak hanya terdiam bisa menanti kekasihnya sang pantai untuk tersenyum menyambutnya.
Bersama Ibu Dwi Endah Purwanti |
Jogja tak hanya sekedar kota, tapi juga sejuta cerita dan nilai
kehidupan yang akan selalu menemani hidup dimanapun berada, ia akan
selalu diingat dan akan terus membuat kita rindu untuk kembali. Jogja
mengajarkan kita bahwa kesuksesan bukanlah tentang materi semata
tentunya.
Bagi saya, siapapun yang lebih tua dari saya maka
mereka sejatinya adalah orang tua dan guru, ada banyak sekali pelajaran dan kisah hidup yang dapat saya pelajari. Pertemuan ini sejatinya telah lama saya nantikan, walaupun sudah cukup lama saling mengenal, alhamdulillah akhir November ini baru dapat terwujud. Kita pun berdiskusi panjang lebar ditemani kentang goreng dan coffee ala McDonald. Sungguh perjalanan hidup yang tak mudah dilalui hingga membawa beliau merantau ke tanah Medan.
Malam itu aku chatting dengan salah satu adek kelas yang sudah begitu akrab. Kita diskusi tentang kampung halaman, kegiatan, keluarga, kuliah hingga pengalaman di berbagai tempat dan kegiatan. Di akhir kita akhirnya sepakat untuk diskusi tentang betapa pentingnya menulis, terutama untuk mahasiswa Kedokteran dan Ilmu Politik. Sebagai abang aku meminta Dinda menulis apa saja agar kita masukkan ke blog bersama Aceh Singkil Berkarya sebuah blog yang kita buat untuk menampung tulisan dan karya dari anak - anak muda Aceh Singkil. Tidak mesti tulisan tentang kampung halaman, apa saja boleh asal tidak mengandung unsur SARA dan konten negatif lainnya. Tujuan utama blog ini nantinya untuk mengajak bersama - sama untuk terus menulis dan mencintai ilmu pengetahun dan media informasi atas karya dan kegiatan dari anak muda Aceh Singkil
“ Tidak ada kebahagiaan yang menandingi sebuah persahabatan, dan tidak ada yang lebih menyedihkan dari sebuah perpisahan "
Imam Syafi’i
Imam Syafi’i
Sahabat merupakan sebuah anugerah dari Allah yang begitu berharga dan akan terus saya jaga. Tulisan ini bercerita tentang persahabatan kita yang lucu, pokoknya lucu dech jika harus diceritakan seluruhnya. Walaupun begitu, selalu ada hal bermakna dari hasil diskusi yang kita jadikan project bersama. Kita sudah saling mengenal sejak masih di taman kanak - kanak, begitu katanya. Walaupun pernah satu kelas di program Kelas Inti semasa SD dan satu tim olimpiade Fisika waktu SMP, tak menjamin kita bisa akrab. Akhirnya keakraban itu terbangun saat kita sekelas di SMA, karena saya ketua kelas dan dia bendahara kita jadi sering berdiksusi tentang ide dan harapan untuk kedepannya, mulai dari sistem pendidikan, ekonomi dan yang termasuk sering dibahas adalah tentang dunia politik. Tapi, kita juga waktu membahas bagaimana kelas kita menjadi beda dari kelas yang lainnya, baik dari keuangan hingga dekorasi kelas waktu itu. Diskusi berlanjut tentang jalan perjuangan kedepan seperti apa yang ingin di capai, kebetulan waktu itu saya memang menyukai dunia sosial dan pemerintahan dan Juni menyukai dunia pendidikan dan dakwah. Akhirnya setelah kelulusan kita meneruskan jalan perjuangan sesuai mimpi dan hobi kita waktu itu, saya kuliah di jurusan Ilmu Politik dan dia di jurusan Kimia.
Di sebuah ladang terdapat
sebongkah batu yang amat besar. Dan seorang petani tua selama bertahun-tahun
membajak tanah yang ada di sekeliling batu besar itu. Sudah cukup banyak mata
bajak yang pecah gara-gara membajak di sekitar batu itu. Padi-padi yang ditanam
di sekitar batu itu pun tumbuh tidak baik.
Hari ini mata bajaknya pecah lagi. Ia lalu memikirkan bahwa semua kesulitan yang dialaminya disebabkan oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada batu itu. Lalu ia mengambil linggis dan mulai menggali lubang di bawah batu. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar 6 inchi saja. Sebenarnya batu itu bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa. Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu sambil tersenyum gembira. Ia teringat bahwa semua kesulitan yang di alaminya selama bertahun-tahun oleh batu itu ternyata bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.
Hari ini mata bajaknya pecah lagi. Ia lalu memikirkan bahwa semua kesulitan yang dialaminya disebabkan oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada batu itu. Lalu ia mengambil linggis dan mulai menggali lubang di bawah batu. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar 6 inchi saja. Sebenarnya batu itu bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa. Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu sambil tersenyum gembira. Ia teringat bahwa semua kesulitan yang di alaminya selama bertahun-tahun oleh batu itu ternyata bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.
Dia yang mencintai buku,
tak pernah merasa kesepian, walau sedang sendirian. Dia yang gemar membaca, tak
pernah merasa sukar, walau dikelilingi hingar bingar. - Tia Setiawati
Sebagai seorang pelajar, buku merupakan salah satu benda yang harus selalu dekat dengan kita, sebagaimana dekatnya kita terhadap smartphone. Apapun status kita, seperti mahasiswa, dosen, ibu rumah tangga atau apapun itu, buku harus selalu dekat dan menjadi bagian dari hidup.
Jika ada yang bertanya apa yang sulit untuk
saya berikan kepada orang lain ?
Bersama Anak - Anak Meulingge |
Pulau Aceh, nama yang tak asing sejak
beberapa tahun lalu. Nama itu begitu jelas terekam di memori ketika kakak
sepupu menikah dengan salah satu pemuda Pulau Aceh yang telah. Seiring perjalanan waktu, rekaman tentang pulau ini pun hilang begitu saja
sejak aku mulai disibukkan dengan dunia kampus. Sebetulnya aku malu menuliskan kisah ini,
kisah yang seharusnya sudah dimulai sejak aku menjadi mahasiswa baru. Kisah
yang menceritakan tentang sebuah pulau yang secara geografis sangat dekat,
bahkan dapat dipandang dengan mata telanjang dari ujung kota Banda, namun serasa
jauh di hati. Meski demikian, sore ini kucoba untuk mengetikkan kisah ku tentang sebuah pulau di ujung barat
negeri ini.
Mbak Silvia, gadis Batu Malang yang dahulu
sempat kuliah di kedokteran Brawijaya namun karena tidak cocok ia pun memilih
pindah ke jurusan kedokteran hewan. Tiga bulan yang lalu kita sama - sama ikut
Direct Assesment dan gagal, hanya tiga orang dari kelompok kita yang lulus dan
kini sedang menjalani pendidikan. Kemudian berdiskusi panjang lebar untuk
rencana selanjutnya, saya fokus melanjutkan kuliah dan beliau mengikuti DA di
Pencerah Nusantara dan melanjutkan usaha keluarga. Karena belum ada calon maka
beliau akhirnya memutuskan untuk bareng melanjutkan kuliah, kadang aku cerita
tentang Pulau Banyak dan Aceh dan ia cerita tentang lanjut kuliah ke luar dan
pernikahan. Kadang ketawa juga karena aku merasa belum cukup umur bahas
pernikahan hehe. Akhirnya karena usia kita pun tes untuk melengkapi semua
berkasnya.
Mahasiswa Aceh Singkil di Yogyakarta ; Keberagaman Yang Menyatukan
By Si Anak Rimo - November 01, 2016
Kampung halaman bukan cuma
soal akta kelahiran. Kampung halaman seperti tugu peringatan, betapa selalu ada
asal di setiap kehidupan. Kampung halaman menjadi titik pijak kemana pun
akhirnya kita beranjak, mereka yang paham arti berbakti tak akan lupa dari mana
mereka menjadi. - Najwa Shihab.
Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota budaya, tetapi juga sebagai kota pelajar, seniman, museum dan gudeg. Ada ratusan kampus dan lembaga pendidikan di provinsi yang memiliki luas 3.185,80 km2, sebuah provinsi yang mungkin sedikit lebih luas dari Aceh Singkil pasca pemekaran yang memiliki luas 2187 km2. Mungkin salah satu faktor kunci kemajuan di sini adalah karena begitu banyaknya akses untuk mendapatkan pendidikan. Sebagai kota pelajar, Yogyakarta dapat dikatakan sebagai miniatur Indonesia. Ribuan anak muda dari berbagai daerah merantau ke kota ini, mulai dari Sabang hingga Merauke. Melihat begitu banyaknya mahasiswa yang belajar disini, pemerintah provinsi dan kabupaten dari berbagai daerah membangun asrama sebagai bentuk dukungan dan program untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah asal, tak terkecuali Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.
Hasil Buruan di Gramedia |
Aku termasuk orang yang pemalu dalam hal membeli baju,
sepatu, bahkan banyak lainnya. Sangking pemalunya biasanya selalu mengajak
teman dan bilang ke dia nanti kamu ecek eceknya yang beli dan kamu yang tes
juga ya, aku pura pura yang nemenin gitu. Namun tidak untuk membeli buku, di
toko buku suasananya berbeda sekali, adem dan tentram gitu, apalagi perginya berdua
sama orang yang kita cintai. Heleh.
Tadi saat aku membaca novel " Bintang di langit
Alhamra ", novel yang bercerita tentang mimpi seorang anak desa yang ingin
bersekolah di negeri orang. Tiba - tiba seorang teman mengirimkan ku sebuah
gambar via bbm, dalam pesan itu ia tuliskan kalimat " Ini di Aceh Mad
" dengan memasang emot menangis dan meminta ku untuk cepat pulang.
Sepertinya mereka kesepian setelah hampir setahun ku tinggalkan, tak ada kawan
untuk jalan jalan lagi atau berkegiatan. Aku sudah tau persih ini dimana karena berada di pusat ibukota dan sering ku
lewati dulu. Kehadiran gambar ini tepat sekali ditengah dahaga semangat yang
menghantui. Ada banyak sekali pelajaran hidup di sekitar kita, bahkan jarang
kita temukan di ruang ruang kuliah.
Shalat Idhul Adha Bersama |
Inilah bentuk kebersamaan yang terus terjaga dalam keberagaman
suku dan bahasa yang membawa rahmat. Ada 6 anak muda teman waktu kecil dan adik
kelas di foto ini yang terdiri dari 6 suku yang berbeda, yaitu seperti suku
Jawa, Pakpak, Singkil, Makkasar, Minang dan beberapa orang lagi dari suku yang
berbeda. Kita tumbuh bersama sejak kecil sampai usia saat ini dari keluarga
yang berbeda latar belakang dan bahasa. Semoga kita selalu menjaga kebhinekaan
yang penuh rahmat ini di tengah PemiluKada yang
semakin dekat.
Enam tahun yang lalu, ada seorang anak desa yang hendak
merantau ke Jawa untuk kuliah dan ia telah menyiapkan semua keperluan lengkap
dengan tiket penerbangan dan kos. Kala itu teman teman di tempat yang berbeda sudah
menanti, namun tepat beberapa jam sebelum keberangkatan menuju bandara, orang
tuanya melarang dengan alasan perasaan yang tidak tenang dan takut terjadi apa
apa. Setelah diskusi panjang dan panas, tiket pun dibatalkan dan semua isi
koper harus dikeluarkan kembali. Tak terbayang
betapa tak tenangnya pemuda itu ketika harus mengabari temannya bahwa ia tak
jadi berangkat. Sungguh butuh waktu satu tahun untuk menghilangkan kekecewaan
itu.
Saya percaya bahwa setiap insan menginginkan menjadi orang
baik, bahkan kita merasa nyaman dan tenang jika berada di sekeliling orang
baik. Mereka memiliki magnet yang membuat kita betah dan ingin terus bersama
mereka. Senyumnya, tingkah lakunya bahkan budi bahasanya selalu terpancar
kehangatan kebaikan itu sendiri.
Mencintai orang baik itu tidak semudah yang kita bayangkan.
Ia punya banyak teman dan hatinya memiliki ruang untuk mengasihi banyak orang.
Waktunya akan dibagi kepada yang membutuhkan dan ilmu serta akalnya akan
digunakan untuk memikirkan lingkungannya. Karena tak mudah jatuh cinta kepada
orang baik, maka kita juga harus menjadi orang baik. Menjadi orang baik itu
selalu dirindukan, kehadirannya dinantikan dan senyumnya menyejukkan.
“ Tempat semua mata air
mimpi selalu berada di tempat kita lahir dan besar. Bukan legenda di ujung
dunia “
- Anies Baswedan
- Anies Baswedan
Sanggaberu bukan hanya nama sebuah
desa, melainkan sebuah tempat dimana sepotong perjalanan hidup pernah ku lalui
disana. Desa ini memiliki udara yang sejuk dan sungai yang mengalir membelah
kampung warga, biasanya jika malam kita bisa melihat kunang – kunang menari di
tengah embun malam. Sanggaberu berada di Kecamatan Gunung Meriah, untuk
menuju desa itu kita biasanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Desa ini
dikenal sebagai penghasil batu bata, Sanggaberu terletak di tengah – tengah
perkebunan kelapa sawit Socfindo, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit swasta
tertua yang telah ada sejak zaman belanda dahulu.
Malam itu aku ingin menulis
tentang dunia politik yang sedang hangat di banyak daerah menjelang pilkada dan
perjalanan kenapa aku bisa sampai kuliah di ilmu politik, namun ternyata di
bagian awal ada banyak kisah yang dijalani di desa Sanggaberu, setelah dipikir
– pikir akan lebih baik jika aku menulis tentang desa ini saja agar ceritanya
lebih terarah ke satu pembahasan.
Aku menghabiskan masa kecil ku
seperti kebanyakan anak – anak lainnya, bermain, mandi di sungai, memancing,
menjebak burung di hutan, bersepeda dan masih banyak lainnya. Tapi ada hal lain
yang mungkin menurut ku sedikit berbeda untuk anak seusia ku waktu itu, aku
anak yang sejak kecil sudah suka mengikuti perkembangan politik dan bacaan
politik. Terlahir dari keluarga sederhana, ayah adalah orang yang keras untuk
hal pendidikan sehingga membuat ku selalu dekat dengan dunia pendidikan dan
sekolah. Ketika kelas 5 SD, ayah mencoba melihat bakat ku untuk ia ikut
sertakan dalam lomba cerdas – cermat. Aku diarahkan untuk mengambil jurusan
matematika atau IPA, alasannya ia berharap agar aku bisa kuliah di jurusan
pertambangan atau menjadi insinyur nantinya. Namun keadaan berkata lain, aku
tak memiliki minat dan kemampuan di dua jurusan itu, akhirnya aku di fokuskan
dan memfokuskan diri di dua mata pelajaran, yaitu PPKN dan IPS. Hampir setiap
hari aku belajar dua pelajaran itu, bahkan kami ada les hampir 1 tahun untuk
jurusan itu saja. Aku menyukai pelajarannya karena tidak sulit dan bisa membuat
pikiran ini berkelana membayangkan setiap isinya. Hal ini jualah yang membuat
aku suka mengikuti dinamika politik tanah air pasca reformasi, mungkin karena
rasa penasaran dan ada sedikit bekal yang ku pelajari waktu itu.
Ada cerita yang masih teringat
jelas sampai kini, saat masih kecil ayah selalu membawa ku ke sekolahnya dahulu
SD Negeri 2 Sanggaberu jika ada rapat dengan komite sekolah atau masyarakat,
biasanya rapat membahas program sekolah kedepan atau laporan keuangan begitu,
ketika rapat berlangsung aku lebih memilih berkumpul dengan anak – anak disana
atau bermain di warung samping sekolah, karena rapat biasanya pukul tiga siang
jadi anak anak belum ada yang bermain ke sekolah. Namun, ada hal yang begitu membekas
dan memiliki effect sampai saat ini, yaitu ketika ayah rapat aku selalu saja
masuk ke kantor dan memeriksa ruangan ayah untuk mencari buku – buku, biasanya
buku yang kudapat adalah buku perjuangan rakyat Indonesia melawan
penjajah. Inilah oleh – oleh yang selalu ku bawa pulang kalau ikut ayah ke
sekolah, oleh – oleh yang masih ku jalani sampai kini dan awal dari kisah cinta
aku dengan buku. Kadang aku membaca buku catatan hariannya, tidak begitu
menarik karena berisi jadwal – jadwal.
Aku selalu menyukai kehidupan
masyarakat tempat ayah berkerja, keramahan dan kesantunan saat bertutur kata,
persatuannya hingga penggilan mereka yang selalu mengatakan “ Mampir Pak “
ketika kami menaiki motor tua Astrea ayah untuk melintasi jalanan
bebatuan. Dahulu saat baru menikah, untuk ke sekolah ayah menaiki sepeda tuanya
yang sampai saat ini masih tersimpan rapi. Saksi atas perjuangan ayah membiayai
kehidupan keluarga dan membesarkan ku yang waktu itu masih belum memiliki adik.
Mungkin selain motor tua itu, aku adalah salah satu saksi nyata atas perjalanan
hidup ayah dengan segala ceritanya di desa ini. Ada banyak sekali bagian dari
kehidupan ku dan ayah yang terbangun begitu erat dengan desa ini. Pada tahun
1996, saat berumur empat tahun. Sekolah akan mengadakan acara perpisahan untuk
anak kelas 6 SD di pantai jilbab Blang Pidie, masih terekam jelas siapa – siapa
yang waktu itu ikut dan aku masih mengenali wajah mereka.
Biasanya jika ayah pulang dari
sekolah, pasti ia membawa sesuatu seperti makanan peyek kacang atau kue kue
khas kesukaan orang Jawa, terkadang juga mie dengan kuah kacang itu, salah satu
makanan yang kusukai sampai saat ini. Masyarakat Sanggaberu adalah salah satu
contoh dari betapa beragam dan ramahnya masyarakat aceh singkil, walaupun
mayoritas di desa itu adalah suku jawa, tetapi ada banyak suku lain bahkan
beberapa guru dan kenalan ku waktu itu berbeda agama. Tak pernah ada masalah,
sampai saat ini pun jika bertemu dengan salah satu siswa ayah dulu, aku masih
suka bercanda tawa mengingat kebandelan masa itu.
Tahun 2003 ayah sudah tidak lagi
menjadi kepala sekolah di SD Sanggaberu, namun interaksi dengan masyarakat dan
guru – guru masih terjalin. Ada satu guru yang biasa dipanggil buk Ros, jika
hari minggu biasanya ia selalu ke pecan yang kebetulan melewati rumah ku, ia
sering membawakan buah durian, pete atau apapun itu, satu hal yang saya ingat
bahwa suami ibu itu adalah sekretaris desa dan mereka berbeda agama dengan
ayah, tapi saya merasa bahwa buk ros bukan hanya seorang guru di tempat itu,
melainkan saudara sendiri. Beberapa tahun lalu saya sempat bertemu dengannya,
mungkin ia tak mengenali ku lagi karena aku sudah tumbuh besar.
Aku begitu merasakan bagaimana
jahitan tenun kebangsaan itu telah aku rasakan sejak kecil, cerita yang secara
tak langsung memberi ku sebuah gambaran betapa keberagaman Indonesia dapat aku
temukan dalam kehidupan ku. Waktu itu aku bersekolah di SD Tulaan, aku
memilih tidak sekolah di depan rumah atau ikut bersama ayah ke Sanggaberu, dari
empat bersaudara hanya si bungsu yang memilih sekolah di depan rumah. Walaupun
aku tidak sekolah di depan rumah, tapi hampir seluruh siswa di depan rumah yang
seangkatan merupakan teman ku. Cerita tentang Sanggaberu pun berlanjut ketika
aku mulai masuk ke sekolah menengah pertama di Rimo, lebih dari 12 tahun ayah
menghabiskan separuh harinya di desa itu, sehingga wajar saja jika ayah begitu
dikenal disana, sekalian juga aku numpang untuk bisa berkenalan dengan teman –
teman dan murid ayah. Di sekolah baru inilah aku kembali memulai berbagai
cerita bersama teman – teman yang berasal dari Sanggaberu atau afdeling IV,
hampir seluruh siswa dari dua desa itu ku kenal dan mungkin mereka juga
mengenal ku. Walaupun dulu tidak satu sekolah dengan mereka, biasanya aku hadir
di setiap acara sekolah mereka.
Desa ini punya banyak cerita yang
masih jelas teringat sampai kini, ada cerita lucu juga saat aku mulai merasakan
menyukai lawan jenis waktu sekolah dulu, kebetulan aku akan melanjutkan ke SMA
di Tapaktuan, maka aku memilih untuk menitipkan foto – foto itu kepada teman ku
yang rumahnya di Sanggaberu, alasannya hanya satu yaitu agar tidak ketahuan
dirumah. Biasanya setiap pulang kampung aku selalu menyempatkan diri berkunjung
kesana dengan mandi di sungainya, kerakah, mungkin ini salah satu cara untuk
melepas rindu ke desa ini.
Ini salah satu puzzle kehidupan
yang mewarnai kisah hidup, membekas di jiwa dan memberi makna dalam setiap
etape kehidupan. Aku pasti akan selalu merindukan masa – masa itu, merindukan
kehangatan masyarakat dan keberagaman warganya. Kini, saat aku menghabiskan
waktu di Kediri Jawa Timur, aku merasakan ada nuansa sanggaberu yang ku
rasakan disini, tidak seperti di tanah jawa melainkan di Sanggaberu.