Dilema Pemilukada Pasca Reformasi
By Si Anak Rimo - October 16, 2012
Setelah
11 tahun lebih Indonesia melewati masa masa reformasi,masih banyak sekali
sistem ketatanegaraan yang terus dibenahi sampai sekarang,mulai dari sistem
pemerintahan,sistem pemilihan umum dll,dalam hal ini negara dihadapkan dengan banyak masalah yang sangat
kompleks.Setelah 11 tahun Reformasi Indonesia telah mengalami pergantian
pemimpin negara sebanyak 4 kali,pelasksanaan desentralisasi dengan menggunakan
payung hukum UU nomor 22 1999,UU nomor 25 tahun 1999 dan UU nomor 32 tahun
2004.Pelaksanaan pemilihan kepada daerah dengan pemilu dan demokrasi merupakan problem yang terus mendapat tanggapan
serius dari semua elemen bangsa.
Kesadaran akan pentingnya pemilu sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan sukses.
Kesadaran akan pentingnya pemilu sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan sukses.
Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni
2005 lalu di 226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota dan diikuti pemilukada lainnya, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin daerahnya seperti Gubernur,Bupati dan Walikota. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati
nuraninya sendiri. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu semasa orde baru yang
menggunakan perwakilan dari partai. Namun dalam pelaksanaan pilkada ini muncul
penyimpangan penyimpangan. Mulai dari masalah administrasi bakal calon sampai
dengan yang berhubungan dengan pemilih bahkan
banyak diantara kepala daerah terpilih tidk lama kemudian terjerat kasus
korupsi.
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti
rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan
pemerintahan dari rakyat dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan
yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat
) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan
dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia
hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia
bersumberkan dari Pancasila dan UUD 1945 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi
Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak
pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan
Pasca reformasi Indonesia terus
mencari format ketatanegaraan untuk diterapkan secara penuh di Indonesia.Pemilu
secara langsung untuk memilih presiden dan wakil presiden serta DPR dan DPD
telah berhasil dilaksanakan pada tahun 2004.Ini pertanda Indonesia mulai
melaksanakan demokrasi dalam menyalurkan aspirasi dan suara masyarakat Indonesia.Indonesia Dan sekarang ini mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan
Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan
pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan
presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan
secara langsung sehingga rakyat menuntut kepala daerah juga secara langsung.
1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan
presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan
secara langsung sehingga rakyat menuntut kepala daerah juga secara langsung.
2. Pilkada langsung merupakan
perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4)
UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
D.
Pilkada langsung sebagai sarana
untuk memperkuat otonomi daerah. Untuk
menunjang pelaksanaan otonomi daerah harus di dukung kepemimpinan lokal yang
dipilih langsung oleh rakyat sehingga mengerti dan peduli terhadap kepentingan
rakyat setempat.
E.
Pilkada langsung merupakan
sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau
tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia
yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya
beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang
memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional
justru dari pilkada langsung ini.
Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah
di Indonesia, desentralisasi asimetris atau otonomi khusus berlangsung sejak
pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan sekarang. Sejarah pemerintahan daerah
pada masa Pemerintahan Kolonial menunjukkan adanya daerah-daerah yang bersifat
khusus atau istimewa. Pada masa Hindia Belanda dan kemudian berlanjut setelah
kemerdekaan (sebagaimana dapat dibaca dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945),
- Pelaksanaan dan Penyelewengan Pemilukada
Pilkada ditujukan
untuk memilih kepada daerah setiap kabupaten / kota dan provinsi Indonesia . Rakyat memilih kepala daerah masing masing secara langsung dan
sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang
terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut yang penuh dengan kepeduliaan dan jujur serta visioner. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan
Umum Daerah masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu
mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai
dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara,kampanye hingga pelaksanaan pilkada ini.
Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang
timbul. Seringkali ditemukan pemakaian ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini
sangat memprihatinkan sekali . Seandainya calon tersebut dapat lolos bagai mana
nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang bermental korup dan memiliki pendidikan yang rendah.
Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang
tidak benar. Dan juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak
iklas ingin memimpin maka tidakan yang pertama adalah mencari cara bagaimana
supaya uangnya dapat segera kembali atau “balik modal”. Ini sangat berbahaya sekali untuk pembangunan sistem demokrasi negara Indonesia.
Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan
ada yang kalah. Banyak sekali yang
terlalu berambisi merebut kekuasaan sehingga segala cara dilakukan untuk
mendapatkan semua itu. Seringkali bagi pihak yang kalah
tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan
mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus kasus yang masih
hangat yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatra. Hal
ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari
KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, sering kali melakukan Ikrar siap
menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah masalah tersebut.
Mendagri Gamwan Fauzi pernah
mengatakan bahwa untuk mewujudkan
demokrasi secara jujur tampa ada intimidasi dan money politik hal yang pokok
terlebih dahulu harus dipenuhi terhadap masyarakat,bagaimana masyarakat mau
ikut memilih dengan jujur sedangkan perut mereka masih kosong sedangakn
demokrasi yang berbicara adalah pikiran atau kepala.3 Selain
masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD
setempat. Misalnya saja di Jakarta,
para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu tersebut. Dana yang
seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini sangat
memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para
penjabat. Dengan mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri.
Dan mungkin juga ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti
ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi maka harus membayar puluhan juta. Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali
ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal
calon seperti :
- Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam
setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang
cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah.
Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu Aceh Singkil setiap pemilukada setiap
calon membagikan uang dan sembako dalam jumlah besar kepada masyarakat dengan
syarat memilihnya saat pemilihan. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya.Dengan
masih rendahnya tingkat pendidikan sebahagian besar rakyat Indonesia dan kurangnya sosialisasi pemilu. Seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat
dan diatur dengan mudah hanya karena uang. Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon
kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya
itu.
- Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga
yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah dan kepala kepala desa melakukan intimidasi
terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng
sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
- Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat
jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara
dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk
bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan
keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati
pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu
media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan
visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum
dimulai.
- Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya
sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian
masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya
“manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye
negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak
integritas daerah tersebut.
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus
dihadapi baik itu kecil maupun besar. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala kendala itu.
Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat karena ini tidak hanya
tanggungjawab pemerintah saja
melainkan seluruh masyarakat . Untuk menanggulangi permasalah yang
timbul karena pemilu antara lain perlu
dilakukan beberapa hal berikut ini, antara lain:
- Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi suri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
- Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
- Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain.
- Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik yaitu LUBER serta JURDIL.
- Peningkatan Pengawasan saat kampanye dan pemilukada berlangsung oleh Bawaslu
Akhir akhir ini banyak sekali wacana untuk
merrubah sistem pemilukada yang selama ini di terapkan diakibatkan banyaknya
masalh yang timbul pasca pemilukada.Antara lain setelah memimpin beberapa bulan
dan tahun kepala daerah terpilih sudah terjerat kasus korupsi dll,Pasangan
Bupati dan Wakil Bupati selalu berpisah setelah periode pertama.
Menanggapi tuntutan masyarakat Kementrian Dalam
Negeri berencana membuat aturan baru yang lebih berbeda seperti :
“ Pemilihan Kepala Daerah hanya
dilakukan pada tingkat kabupaten / kota.Untuk Provinsi dipilih oleh dewan
perwakilan rakyat karena Pemilukada
tinggkat provinsi seseorang dan bahkan hampir semua calon menghabiskan dana
kampanye sampai puluhan sampai ratusan milyaran dan itu merupakan angka yang
cukup besar.
Sehingga sangat mungkin ini mendorong kepala daerah terpilih melakukan korupsi untuk mengembalikan modal kampanye saat pemilukada. Pemilukada hanya untuk memilih kepala daerah saja dan wakilnya diambil dari pegwai negeri sipil yang memiliki kapabilitas dan eselon tinggi setingkat sekda. Permasalahan yang timbul dari Kepala daerah yang bukan berasal dari Pamong Praja sangat terlihat dari amburadulnya sistem keuangan dan perencanaan anggaran daerah. Pasangan yang telah memimpin selama satu periode jika ingin naik kembali saat pemilukada yang akan datang harus berpasangan kembali tampa ada perpisahan saat pemilukada.”
Sehingga sangat mungkin ini mendorong kepala daerah terpilih melakukan korupsi untuk mengembalikan modal kampanye saat pemilukada. Pemilukada hanya untuk memilih kepala daerah saja dan wakilnya diambil dari pegwai negeri sipil yang memiliki kapabilitas dan eselon tinggi setingkat sekda. Permasalahan yang timbul dari Kepala daerah yang bukan berasal dari Pamong Praja sangat terlihat dari amburadulnya sistem keuangan dan perencanaan anggaran daerah. Pasangan yang telah memimpin selama satu periode jika ingin naik kembali saat pemilukada yang akan datang harus berpasangan kembali tampa ada perpisahan saat pemilukada.”
0 komentar