Menemukan Keluarga Baru

By Si Anak Rimo - May 15, 2018

Aku bersyukur tahun ini diberi izin untuk merasakan lebaran di kampung orang. Berkali - kali ditanya apa tidak pulang saja, mencoba memancing agar aku mau pulang, namun jauh jauh hari aku sudah bilang akan lebaran disini. Semula hendak Lebaran di Lombok, namun karena persiapan yg tidak matang maka aku tunda dan pindah ke Solo dan Sragen saja. Oh Ayah dan Ibu, selalu saja rela menahan rindunya agar anaknya bisa tumbuh dan belajar.

Tinggal di sebuah desa di kaki bukit tepian sungai bengawan solo yang sulit sekali sinyal dan masyarakat yang full berbahasa jawa. Sesaat sebelum shalat Ied aku menangis sejenak, mencoba mengingat isi ceramah tahun lalu di kampung halaman, aku rindu Ibu. Disini tak ada lontong, THR, ketupat bahkan daging pun tak aku rasakan, aku bahkan tak mengenal seorang pun di mesjid ibukota itu selain pakde dan bukde. Namun aku begitu menikmati hari - hari selama disana, bersama pakde bukde kita menyusuri satu persatu kabupaten di Jawa Tengah, melihat dan merasakan langsung macetnya arus mudik, melihat budaya, tapi salahnya aku masih saja malu mengambil gambar setiap perjalanan.

Tahun ini aku banyak belajar, betapa sulit meminta maaf kepada orang tua lewat telpon dan sinyal pas-pasan, menyesuaikan makanan, bahkan budaya lebaran yang jauh berbeda dengan Aceh. Tradisi salaman disini dilaksanakan dua hari setelah Lebaran, hari Jumat semua kumpul dirumah Mbah dan barulah kita mulai bersalaman. Jangan tanya berapa kali aku blunder saat perjalanan, banyak sekali namun Aku nikmati saja semuanya.

Aku bersyukur Allah selalu pertemukan aku dengan orang orang baik, disini aku melihat langsung kebahagiaan masyarakat walaupun hidup serba pas-pasan, melihat bagaimana daerah lain membangun tanahnya, mendengar cerita mereka betapa susah mencari uang dan mahalnya biaya pendidikan, belajar menyesuaikan pakaian agar tak mencolok disana dll. Aku beruntung lebaran ini mendapat banyak sekali keluarga baru, cerita & pengalaman baru yang membuatku terus ingin menyusuri setiap inci negeri ini, tenun tenun kebangsaan yang terus tumbuh dan terjaga. Ransel ini pun menjadi teman dan saksi betapa negeri ini sungguh indah & kaya. Mbah, Bukde, Paklek dan semuanya serasa berat ketika aku meminta izin untuk kembali, Mbah pun terlihat menangis kecil saat kami meninggalkan desa. Hanya cinta yang tak mau aku cari lagi, aku biarkan saja ia tinggal di Aceh sana, agar aku selalu rindu untuk pulang.

Sragen, 10 Juli 2016.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar