Menghadiri Wisuda Bang Jack |
Gue adalah salah satu mahasiswa angkatan 2010 yang kuliah di salah satu fakultas baru kala itu, kampus Fisip dengan jurusan Ilmu Politik. Sewaktu
kuliah di Banda Aceh, gue itu diberi amanah sebagai Koordinator Gerakan Turun
Tangan Aceh. Gerakan ini kita bangun sama sama di akhir 2013 lalu, namun
gerakan ini ada di seluruh kota besar sih di Indonesia. Kebetulan saat sedang sibuk sibuknya skripsi untuk teman seangkatan, gue juga kebingungan saat banyaknya teman - teman seangkatan yang fokus ke skripsi dan mengurangi waktu di Turun Tangan, ditambah lagi kegiatan dan tugas dari organinasi lain.
Setelah gue pikir - pikir, apapun alasannya dan faktor yang mendorong, penting banget buat seluruh mahasiswa untuk segera menyelesaikan kuliah sih. Namun, bukan berarti terlambat tamat kuliah juga bukanlah kesalahan, alasan lekas tamat juga banyak sisi positifnya, selain lebih awal mencari kerja, tetapi juga bisa segera fokus pada perjalanan hidup selanjutnya, seperti mencari kerja, melanjutkan kuliah atau menikah.
Lantas, Gimana cerita tentang ketika harus menunda kuliah ?
Gue gugup juga sih sebetulnya atas janji gue terhadap hati gue waktu itu. Sebenarnya sebelum memulai masuk kuliah dulu, gue sempat nulisin rencana hidup gue dan salah satunya itu lulus tepat waktu. Gue sih pengen banget secepat selesai kuliah agar bisa fokus mendaftar Indonesia Mengajar dan fokus membangun Turun Tangan, tapi waktu itu gue pernah janji dalam hati lo, setelah gue pikir - pikir ternyata janji dalam hati gue itu berat juga dan gue berani juga mengambil segala resiko untuk menguatkan pilihan ini.
Ada 3 janji dalam hati gue untuk Turun Tangan Aceh waktu itu, pertama pengen bawa Turun Tangan Aceh ke Pulau Aceh untuk melihat langsung bagaimana kondisi pulau itu. Kedua, pengen bawa temen - temen Turun Tangan ke Takengon dan yang terakhir janji gue itu bisa ngajak teman - teman ngumpul bareng Mas Anies. Itu sih janji gue waktu itu diri sendiri dan orang lain tidak gue ceritain.
Disinilah mulai keteguhan janji itu diuji, sebenarnya gue sudah bisa wisuda itu dibulan Agustus gitu, namun ada beberapa janji yang belum bisa gue tepati. Janji ke Pulau Aceh dan Takengon sudah selesai dan terakhir yang belum gue tepati, yaitu ngumpul bareng Mas Anies. Dari semua itu ada satu hal yang membuat gue harus menunda kuliah adalah belum adanya regenerasi di kepemimpinan Turun Tangan Aceh yang menurut gue itu penting banget. Membangun gerakan itu tidak mudah dan butuh keteguhan dan semangat yang kuat, dan ketika gerakan itu telah tumbuh indah, tidak mungkin ketika dia sudah mekar kita tidak menjaganya. Gue sih ingat banget kata senior gue, Bang Akmal Faraz bahwa dari 50 hukum kepemimpinan, yang paling terakhir dan paling sulit itu ya regenerasi kepemimpinan. Karena apa yang dibangun bisa saja rusak dan hancur jika tidak diteruskan kepada orang yang tepat. Gue hayati dalam banget pesan ini dan mengambil langkah segera agar proses regenerasi dalam berjalan dengan cepat.
Kondisi Turun Tangan Aceh saat itu sangat baik dan memiliki banyak sekali relawan yang memiliki berbagai kemampuan. Namun, tidak banyak yang siap meluangkan waktu dan perhatian penuh terhadap keberlangsungan gerakan ini untuk terus tumbuh dengan mengkordinir relawan yang lain untuk berkegiatan.
Beberapa langkah yang gue lakukan waktu itu salah satunya mencari koordinator baru dan meminta kepada koor baru tersebut untuk ikut terus bersama saya untuk dikenalkan kepada seluruh keluarga besar TTA sih, berdiskusi panjang dan memberikan mereka tugass - tugas kecil hingga besar untuk menumbuhkan semangat mereka untuk selalu dekat dengan masalah. Semua hal itu kita lakukan dan alhamdulillah berhasil.
Lantas kenapa sulit banget menunda kuliah ?
Gue kepikiran orang tua di kampung halaman yang membiayai kami, gue anak paling tua dan punya adik yang saat itu masih sekolah dan dua adik perempuan saya sudah merantau juga untuk sekolah. Tentu bukan tugas mudah untuk ayah saya membiayai kuliah dan sekolah kami, terlebih ayah hanya seorang PNS yang berkerja sebagai pengawas sekolah. Belum lagi gaji yang terpotong angsuran kredit bank, getir banget sih menurut gue.
Tapi gue juga kepikiran bahwa mengorbankan sedikit waktu untuk kebermanfaatan bersama tentu harus ada yang dikorbankan. Gue ambil pilihan itu dengan mantap.
Gue ingat banget waktu itu teman gue menunda kuliah untuk beberapa bulan saja, namun saat dekat dengan wisuda, orang tuanya meninggal, padahal dia berharap banget bisa melihat anaknya wisuda. Gue jadi kagak kebayang kalau berada dalam kondisi itu. Betapa merasa bersalahnya gue kalau hal itu terjadi.
Ini salah satu pilihan hidup yang berat dalam hidup gue, bukan tentang waktu atau materi, melainkan tentang menjaga harapan dan kepercayaan orang tua di kampung halaman. Gue setiap malam waktu itu tidak enak tidur, kepikiran terus terhadap ayah dan ibu yang selalu nelpon nanyain sampai mana udah skripsinya. Sebetulnya ada kendala sendikit sih, cuma dapat gue selesaikan dalam waktu singkat kok. Cuma karena ada amanah untuk menjaga agar Turun Tangan Aceh ini terus tumbuh dan berkembang, gue mengalah.
So, saat ini gue merasa ini salah satu pilihan tepat dalam membentuk karakter di perjalanan hidup gue yang ngak pernah gue sesali. Gue berharap semoga kita selalu memanfaatkan waktu yang singkat untuk membahagiakan orang - orang yang mencintai kita. Amin.
Setelah gue pikir - pikir, apapun alasannya dan faktor yang mendorong, penting banget buat seluruh mahasiswa untuk segera menyelesaikan kuliah sih. Namun, bukan berarti terlambat tamat kuliah juga bukanlah kesalahan, alasan lekas tamat juga banyak sisi positifnya, selain lebih awal mencari kerja, tetapi juga bisa segera fokus pada perjalanan hidup selanjutnya, seperti mencari kerja, melanjutkan kuliah atau menikah.
Lantas, Gimana cerita tentang ketika harus menunda kuliah ?
Gue gugup juga sih sebetulnya atas janji gue terhadap hati gue waktu itu. Sebenarnya sebelum memulai masuk kuliah dulu, gue sempat nulisin rencana hidup gue dan salah satunya itu lulus tepat waktu. Gue sih pengen banget secepat selesai kuliah agar bisa fokus mendaftar Indonesia Mengajar dan fokus membangun Turun Tangan, tapi waktu itu gue pernah janji dalam hati lo, setelah gue pikir - pikir ternyata janji dalam hati gue itu berat juga dan gue berani juga mengambil segala resiko untuk menguatkan pilihan ini.
Ada 3 janji dalam hati gue untuk Turun Tangan Aceh waktu itu, pertama pengen bawa Turun Tangan Aceh ke Pulau Aceh untuk melihat langsung bagaimana kondisi pulau itu. Kedua, pengen bawa temen - temen Turun Tangan ke Takengon dan yang terakhir janji gue itu bisa ngajak teman - teman ngumpul bareng Mas Anies. Itu sih janji gue waktu itu diri sendiri dan orang lain tidak gue ceritain.
Disinilah mulai keteguhan janji itu diuji, sebenarnya gue sudah bisa wisuda itu dibulan Agustus gitu, namun ada beberapa janji yang belum bisa gue tepati. Janji ke Pulau Aceh dan Takengon sudah selesai dan terakhir yang belum gue tepati, yaitu ngumpul bareng Mas Anies. Dari semua itu ada satu hal yang membuat gue harus menunda kuliah adalah belum adanya regenerasi di kepemimpinan Turun Tangan Aceh yang menurut gue itu penting banget. Membangun gerakan itu tidak mudah dan butuh keteguhan dan semangat yang kuat, dan ketika gerakan itu telah tumbuh indah, tidak mungkin ketika dia sudah mekar kita tidak menjaganya. Gue sih ingat banget kata senior gue, Bang Akmal Faraz bahwa dari 50 hukum kepemimpinan, yang paling terakhir dan paling sulit itu ya regenerasi kepemimpinan. Karena apa yang dibangun bisa saja rusak dan hancur jika tidak diteruskan kepada orang yang tepat. Gue hayati dalam banget pesan ini dan mengambil langkah segera agar proses regenerasi dalam berjalan dengan cepat.
Kondisi Turun Tangan Aceh saat itu sangat baik dan memiliki banyak sekali relawan yang memiliki berbagai kemampuan. Namun, tidak banyak yang siap meluangkan waktu dan perhatian penuh terhadap keberlangsungan gerakan ini untuk terus tumbuh dengan mengkordinir relawan yang lain untuk berkegiatan.
Beberapa langkah yang gue lakukan waktu itu salah satunya mencari koordinator baru dan meminta kepada koor baru tersebut untuk ikut terus bersama saya untuk dikenalkan kepada seluruh keluarga besar TTA sih, berdiskusi panjang dan memberikan mereka tugass - tugas kecil hingga besar untuk menumbuhkan semangat mereka untuk selalu dekat dengan masalah. Semua hal itu kita lakukan dan alhamdulillah berhasil.
Lantas kenapa sulit banget menunda kuliah ?
Gue kepikiran orang tua di kampung halaman yang membiayai kami, gue anak paling tua dan punya adik yang saat itu masih sekolah dan dua adik perempuan saya sudah merantau juga untuk sekolah. Tentu bukan tugas mudah untuk ayah saya membiayai kuliah dan sekolah kami, terlebih ayah hanya seorang PNS yang berkerja sebagai pengawas sekolah. Belum lagi gaji yang terpotong angsuran kredit bank, getir banget sih menurut gue.
Tapi gue juga kepikiran bahwa mengorbankan sedikit waktu untuk kebermanfaatan bersama tentu harus ada yang dikorbankan. Gue ambil pilihan itu dengan mantap.
Gue ingat banget waktu itu teman gue menunda kuliah untuk beberapa bulan saja, namun saat dekat dengan wisuda, orang tuanya meninggal, padahal dia berharap banget bisa melihat anaknya wisuda. Gue jadi kagak kebayang kalau berada dalam kondisi itu. Betapa merasa bersalahnya gue kalau hal itu terjadi.
Ini salah satu pilihan hidup yang berat dalam hidup gue, bukan tentang waktu atau materi, melainkan tentang menjaga harapan dan kepercayaan orang tua di kampung halaman. Gue setiap malam waktu itu tidak enak tidur, kepikiran terus terhadap ayah dan ibu yang selalu nelpon nanyain sampai mana udah skripsinya. Sebetulnya ada kendala sendikit sih, cuma dapat gue selesaikan dalam waktu singkat kok. Cuma karena ada amanah untuk menjaga agar Turun Tangan Aceh ini terus tumbuh dan berkembang, gue mengalah.
So, saat ini gue merasa ini salah satu pilihan tepat dalam membentuk karakter di perjalanan hidup gue yang ngak pernah gue sesali. Gue berharap semoga kita selalu memanfaatkan waktu yang singkat untuk membahagiakan orang - orang yang mencintai kita. Amin.
2 komentar
Sama kak. Aku juga lagi ngalamin hal yang sama saat ini. Bahkan ketakutan akan usia orang tua juga sama sangat menakuti. Tapi ya mau gimana lagi harus tetep aja harus ada satu yg dikorbankan :(
ReplyDeleteOrang tua dengan segala kebaikan hatinya harus selalu menjadi prioritas kita dalam menjalankan rencana kehidupan di masa depan, ada keberkahan dan ridho yang akan terus menguatkan langkah kita.
Delete