Gelisah Membawa Ku Pulang

By Keumala Bangsa - February 02, 2018



" Ketika aku meminta dikuatkan Langkahku, Allah kirimkan aku masalah dan ujian untuk ku selesaikan. Konon katanya doa dan takdir itu bertarung hebat di langit. Jikalau benar demikian, maka akan aku kirimkan sebanyak banyaknya doa untuk menggebrak langit, dan memenangkan takdir ". - RHM

Aku begitu menyukai kata - kata ini. Bahwa doa yang selalu kita kirimkan dalam munajat akan selalu sampai dan dijawab Allah dengan cara yang indah dan mengejutkan. 
Di tengah sejuknya suasana Kota Jogja malam itu, pikiran saya terlempar jauh mengingat alasan keberadaan ku di kota ini. Pertualangan itu dimulai dari sebuah desa kecil di ujung negeri, ia tumbuh bersama rindangnya pepohonan dan kicauan burung - burung serta keberagaman penduduk, ia tidak lahir dan tumbuh dari gedung - gedung pencakar langit nan megah di kota. Dan, sampai saat ini pun mimpi itu selalu tersimpan rapi di balik desa kecil nan rindang di tanah kelahiran kita disana, tempat aku nantinya akan pulang memulai cerita baru. Ya, tanah dimana perbedaan dan keberagaman itu menjadi rahmat, serta birunya laut di sepanjang samudra hindia tempat dimana semua rindu akan ditumpahkan. 

Aku harus menceritakan kisah ini, bahwa kepergian ku disebabkan banyak alasan, mulai dari mimpi yang ku dapat dari buku Anak - Anak Revolusi yang bercerita tentang beliau berkeliling Indonesia untuk mempelajari budaya masyarakat sebelum terjun ke dunia politik, kegagalan diplomasi cinta yang tak kunjung menemukan titik temu dan berakhir dengan status quo " kembali seperti semula ", keinginan besar mengikuti DA di Indonesia Mengajar hingga niat hati untuk melanjutkan kuliah. Namun, ditengah lamunan tiba – tiba handphone memberi tanda ada pesan yang masuk.

“ Mad, kamu jadi tes beasiswa dan melanjutkan kuliah mu ? “ Tanyanya
“ Belum, karena aku sedang focus untuk mengikuti Direct Assesment Indonesia  
   Mengajar terlebih dahulu, Aku berharap banget bisa menjadi bagian dari gerakan ini “ Jawabku waktu itu.

Percakapan ini pun terus berlanjut tentang apa yang akan kami lakukan setelah peristiwa sakral ( baca “ wisuda “ ). Terlebih jauh sebelum peristiwa sakral itu, aku punya banyak mimpi yang ingin aku capai nantinya. Kadang aku merasa mimpi ini terlalu aneh dan sedikit gila sih, mimpi yang lahir dari berbagai buku yang ku baca dan berbagai diskusi dengan teman – teman saat kuliah dahulu. Oa aku bingung saat mengisi judul tulisan ini,  setelah pikir - pikir ya ambil judul yang netral saja yaitu “ Kegundahan Membawa Ku Pulang Kampung “. Kisah ini akab bercerita tentang berbagai macam kegundahan yang aku hadapi dan semua peristiwa dan mimpi itu membawa ku pulang ke kampung halaman.

Tak selamanya apa yang kita inginkan adalah terbaik untuk kita. Kegagalan saat proses DA di Indonesia Mengajar ternyata memberi guncangan yang begitu besar akan suasana hati waktu itu, aku menyadari kesalahan ini sih karena aku terlalu berharap tinggi, sehingga ketika aku gagal ada rasa gundah yang membuncah, lain lagi rasa sedih atas waktu yang berjalan tanpa planning sehingga terasa tanpa arti. Tapi harus aku katakana bahwa aku bangga atas usaha dan pilihan ini.  

Kegundahan ini mewajibkan ku untuk menyusun rencana lain, sejujurnya sebelum berangkat ke Jogja, ada kegundahan saat harus memilih tawaran kerja dengan gaji yang lumayan, melanjutkan kuliah karena saat itu sedang ada penerimaan di berbagai kampus atau memilih fokus dengan niat awal mengikuti seleksi IM, dan aku pun dengan mantap memilih mendaftarkan diri saja sebagai pengajar muda.
Lantas apa sih kegundahan yang membawa ku pulang ?

Aku sadar bahwa aku tidak boleh berlama – lama berada dalam suasana sedih seperti ini. Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke kampung Inggris di Pare. Namun saat itu kebetulan kita mahasiswa jogja sudah bersiap untuk menyambut hari ulang tahun Aceh Singkil dengan berbagai kegiatan. Aku harus menunda sampai semua kegiatan selesai, ada tanggung jawab ku untuk mensukseskan moment ini.

Setelah dua bulan berada di Kampung Inggris, aku berada pada titik jenuh dan gundah yang terus memuncak. Aku merasakan kesulitan untuk belajar dan menguasai bahasa Inggris, padahal aku dapat dengan mudah bisa belajar dan menguasai berbagai macam bahasa daerah. Malam itu, dalam doa yang aku panjatkan setelah shalat maghrib, aku mengadu kepada Allah bahwa aku lelah dan kesal karena sedikitnya materi yang aku kuasai. Aku ingin pulang waktu itu, aku rindu dengan kampung halaman ku Rimo dan Blangpidie. Aku lelah sekali waktu itu,  lelah jiwa dan raga.

Bersepeda bersama adik - adik sekampung halaman dan teman les
di Simpang Lima Gumul
Kita pun bertukar kabar memakai bahasa pakpak dan jamu sambil bersepeda menuju pusat kota. Secepat itu Allah membalas doa hambaNya. Benar bahwa jika rindu itu kita kirimkan lewat doa selalu saja ada balasan yang tak terduga. Allah menegur bahwa usaha ku selama ini tidaklah bermakna tanpa diiringi doa kepadaNya. Allah beri pesan agar bersabarlah dan jangan pulang kampung dengan cara mempertemukan ku dengan teman sekampung.

Tak berselang lama setelah doa itu ku panjatkan. Saat pulang les pukul 22.00 WIB waktu itu, seseorang memanggilku dengan menggunakan bahasa daerah khas Rimo. Dan keesokan harinya aku kembali bertemu dengan seorang adik letting yang berasal dari Blangpidie. Aku ingat, pertemuan dengan mereka adalah doa yang aku panjatkan malam itu. Aku sadar Allah tak ingin aku berlama – lama dalam kegundahan, sehingga Allah segera menjawabnya. Aku yakin Allah pasti mengatakan, “ Rahmad kamu jangan gundah dan lelah, sebagai pengganti rindu mu Aku kirimkan dua orang dari dua kampung halaman mu. Kamu jangan pulang dulu, kamu belum selesai belajar dan bertahanlah untuk beberapa waktu lagi “. Pikirku dalam hati.

Akhirnya aku harus menyelesaikan belajar untuk mengikuti tes TOEFL, ini merupakan syarat untuk bisa daftar beasiswa. Aku malu pada diriku sendiri, aku malu harus meminta uang kepada kedua orang tua untuk biaya ini. Aku malu karena tak pandai mencari uang dengan berkerja. Sejujurnya aku ingin dan mau sekali berkerja, namun jadwal les yang sangat padat tidak memungkinkan untuk berkerja. Aku tertekan sekali, andai saja tes ini gagal maka pasti akan merepotkan orang tua lagi.

Aku sadar pilihan melanjutkan kuliah bukanlah hal yang mudah, terlebih jika mendaftar beasiswa. Semua menuntut pengorbanan waktu dan materi kita. Apalagi adik – adik ku juga masih sekolah dan akan melanjutkan kuliah juga. Tetapi Ibu tetap mengatakan lanjutkan kuliah dan Ayah sama Mamak akan berusaha untuk membiayai kuliah ku.

Pilihan terakhir, aku melanjutkan kuliah dengan biaya sendiri. Beberapa bulan menanti dan menghabiskan waktu di Jogja. Akhirnya semua berkas telah aku siapkan. Tapi Aku ingat ada janji dalam hati saat pilkada 2012 lalu, aku termasuk orang yang sangat berharap Irwandi melanjutkan pemerintahan untuk 5 tahun kedepan. Namun, saat Irwandi Yusuf kalah dalam konstalasi politik dari dr. Zaini dan Muzakkir Manaf, aku merasa sedikit harapan untuk Aceh lebih baik. dalam hati aku berpikir bahwa nanti apapun kondisi dan dimana pun aku berada, andai Irwandi kembali bertarung aku harus ikut mendukung dan memberi warna dalam tim mereka. Alasannya ? Aku kecewa, aku yakin Irwandi adalah calon yang memiliki perhatian lebih besar terhadap dunia pendidikan. 


Seiiring berjalannya waktu, ditengah panasnya dinamika politik di Ibukota, kabar tersiarnya bahwa Mas Anies Baswedan menjadi penantang Pak Basuki, rasanya ingin sekali bergabung membantu Mas Anies untuk menuju DKI 1. Walau dalam hati aku merasa sedikit kecewa kenapa secepat ini harus mencalonkan diri, sehingga terkesan berburu kekuasaan. Namun, dibalik kondisi politik ini, kabar dari kampung halaman memberi satu peringatan agar kami sebagai pemuda harus berkontribusi dalam pembangunan daerah. Pilkada merupakan salah satu momentum penting untuk turut terlibat dalam mencari dan mendukung pemimpin di daerah.

Ibu ku saat itu meminta ku untuk pulang saja karena ada yang harus kita dukung bersama, Ibu yakin kehadiran ku akan memberi warna sehingga mereka mendesak ku untuk pulang. Sebelum pulang saat ini aku sempat meminta izin kepada sanak saudara dan Ibu bahwa ketika aku pulang nanti, aku akan jarang sekali berada di rumah karena harus selalu berada di lapangan, dan ibu pun menyetujui permintan ini. Aku berdoa kala itu ditengah kegundahan hati yang silih berganti akan berbagai permasalahan yang terus dihadapi. Aku ada janji yang belum terlaksana sampai saat ini, yaitu mengunjungi Kota Semarang, janji 8 tahun lalu yang seharusnya aku berada disana untuk kuliah. Padahal waktu itu semua sudah selesai dan ternyata takdir mengubah jalan mimpi ku. Kedua orang tua berat hati melepas kepergian anaknya untuk berada disana.

Allah menjawab mimpi ini dengan cara yang lain, beberapa hari sebelum aku pulang ke Aceh Singkil, hanya satu Kota Semarang yang belum aku kunjungi. Tiba - tiba dapat informasi dari teman dekat bahwa Bapak Jokowi bersama PM Singapura sedang berada di Semarang sebagai bentuk kerjasama kedua negara. Akhirnya kami semua diundang, aku pun mengajak adik - adik asrama. Setelah acara ini selesai, Ibu menelpon ku bahwa ia sudah mengirimkan aku uang tiket untuk pulang.


Begitulah Allah menjawab keinginan ku untuk kembali, padahal saat itu aku tak berani meminta tiket pulang karena malu jika harus terus membebani. Dahulu saat kuliah juga seperti itu, Allah memudahkan kelulusan ku saat menjalani skripsi setelah janji dan harapan ku terlaksana seluruhnya. Bersambung

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar