Cerita Menjadi Ajudan #1 : Perkenalan

By Si Anak Rimo - December 08, 2018



Tak tau kenapa, tiba - tiba saya pengen menuliskan kisah suka duka menjadi seorang ajudan kepala daerah. Ide ini sih awalnya muncul pas saya cerita ke kakak saya saat travelling ke Pulau Banyak, kita berbagi pengalaman lucu yang saya alami saat kerja dan cerita tentang study mereka di Australia, terus kak Riza nyahut dan bilang, " semua cerita ini bagus dek untuk dituliskan, banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa dibagi kepada orang lain katanya.

Sebetulnya saya juga bingung sih mau ngisi blog ini dengan tulisan apa. Baiklah, saya akan bercerita tentang perjalanan suka duka menjadi seorang ajudan Bupati. So, sebelum bercerita panjang lebar tentang gimana sih kehidupan para ajudan, ada baiknya saya memperkenalkan diri kepada pembaca. Oa, cerita ini tentu tidaklah sama dengan cerita ajudan lain dari daerah yang berbeda, cerita ini adalah kisah yang saya alami dan jalani. Anggap saja ini pengalaman pribadi yang tidak elok rasanya jika untuk menggambarkan secara keseluruhan kehidupan ajudan.

Nama saya Rahmad Hidayat Munandar, biasanya sih kebanyakan orang memanggil Rahmad, ada juga yang memanggil Dayat atau Munandar. Tak masalah sih mau manggil apa, asal itu panggilan yang baik dan penuh doa. Saya lulusan Ilmu Politik, Unsyiah tahun 2015 lalu. Sebelum berkerja sebagai ajudan, saya menghabiskan waktu di Yogyakarta dan Kediri untuk belajar dan mencari pengalaman.  

Usia saya masih tergolong muda, saya kelahiran tahun 1992 dan saat menjadi ajudan usia saya baru 25 tahun. Sewaktu kuliah saya memiliki beberapa kegiatan di kampus dan dunia sosial dan pendidikan, rasanya kuliah tanpa organisasi seperti makan nasi tapi tidak minum, semua pasti tau bagaimana rasanya.  

Saya bertugas menjadi seorang ajudan mulai 21 Juli 2017, masih sangat singkat waktu yang saya jalani untuk menimba ilmu dan pengalaman sebagai abdi negara. Saya berkerja di Pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil sebagai orang yang ditugaskan mendampingi dan menyiapkan berbagai hal dan keperluan kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan.

Dalam tim kita, jumlah kita sih ramai ya. Tidak ada batasan atau larangan tentang jumlah ajudan ataupun Walpri seorang kepala daerah, Beliau boleh menentukan berapa yang diperlukan, asalkan tidak berlebihan sehingga tidak diberdayakan nantinya. Dalam tim, jumlah kita hanya berempat, saya sendiri dari Sipil dan 3 orang lainnya sebagai Walpri dari berbagai kesatuan seperti TNI AD, Brimob dan Polri. Di daerah sih banyak orang menyebut kita ini sebagai ADC, singkatan dari bahasa asing, Aide De Camp. 

Ingat ya, ADC dan bukan AADC.  Kita itu adalah pembantu yang selalu melakat kemana pun Pimpinan berada, baik di kegiatan kedinasan maupun diluar pemerintahan. Seorang Kepala Daerah biasanya pasti memiliki satu atau dua orang ajudan yang berasal dari pemerintahan, kebanyakan lulusan dari sekolah khusus pemerintahan sih seperti IPDN. Tapi, kebetulan ditempat saya bertugas kita tidak ada yang berasal dari ASN. 

Ajudan itu kerjanya kompleks banget lo, tidak hanya membawa tas atau membuka pintu mobil. Saya ceritakan sedikit tugas yang saya jalani saat ini, mulai dari menyiapkan berkas dan keperluan rapat, mengatur jadwal, pidato, walaupun ada Humas yang kadang menyiapkan, menerima tamu, mengkondisikan acara atau siapapun yang ingin bertemu dengan Bupati, mengatur surat masuk dan keluar hingga kegiatan diluar kedinasan. Pokoknya banyak banget deh, tapi biasanya kita tidak sendirian karena ada yang membantu kok nantinya dari staf kantor. 

Sampai sini saja dulu perkenalan singkat tentang saya, karena tulisan ini akan terus berlanjut tentang perjalanan suka dan duka menjadi seorang ADC Bupati.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar