Seumur Hidup Menjadi Relawan Turun Tangan

By Si Anak Rimo - January 23, 2018

Relawan Turun Tangan 
“ Tempat semua mata air mimpi selalu berada di tempat kita lahir dan besar. Bukan legenda di ujung dunia “
- Anies Baswedan

Impian sejak kecil tentang kampung halaman memberi banyak potongan puzzle dalam warna hidup ku. Lahir dan tumbuh besar di lingkungan yang beragam, mulai dari budaya, bahasa dan agama, semua keberagaman itu aku nikmati dalam kehidupan sehari – hari dan  mengajarkanku akan indahnya perbedaan dalam kebersamaan. Hal ini juga yang membuat saya begitu mencintai tanah kelahiran ini, dimana pun dan sampai kapan pun.

Perjalanan panjang akan dunia relawan dan kerja ini di mulai dari sepotong kisah di masa kecil 14 tahun lalu. Kegagalan saat mengikuti cerdas – cermat tahun 2003 ternyata menjadi awal kelahiran sebuah mimpi besar. Mimpi yang terus tumbuh dan terawat rapi ditengah dinamikan zaman yang terus berubah. Sebagai peserta aku dan teman - teman, dilatih berbulan – bulan dengan berbagai materi, setiap fase kami lewati dengan baik hingga sampai di tingkat kabupaten. Di tahap akhir, aku merasa panitia curang karena telah membocorkan soal – soal kepada kelompok lain karena anak petinggi sebuah instansi di kabupaten. Sebagai anak kecil aku tak bisa berbuat banyak selain meratapi impian yang sebenarnya sudah di depan mata harus pupus karena ketidakadilan. Sejak saat itulah aku berjanji dalam hati untuk rajin sekolah dan berusaha memperbaiki keadaan dengan ilmu dan pengalaman.

Aku merenung dalam sebuah perjalanan ke Padang, aku melihat ada hal yang berbeda dengan pembangunan pesat di berbagai kabupaten / kota yang ku lalui, berbeda sekali dengan kampung halaman ku yang jauh dari sentuhan perhatian apalagi pembangunan. Perjalanan itu memberikan sebuah keyakinan bahwa dunia politik / pemerintahan dan pendidikan merupakan kunci untuk membangun kampung halaman.

Menemukan Jati Diri

Pengalaman pahit atas kegagalan beberapa tahun silam memberikan ku sebuah pemahaman bahwa aku harus memiliki dua ilmu yang berbeda dalam waktu yang sama, yaitu dunia politik / pemerintahan dan dunia pendidikan. Akhirnya setelah melalui berbagai proses dan kegundahan hati, aku pun dapat kuliah jurusan ilmu politik di Unsyiah, kampus Jantong Hate Rakyat Aceh. Namun, ada satu hal lagi yang harus segera aku dapatkan, yaitu masuk dalam dunia pendidikan. Berbagai proses dan niat hati untuk berkontribusi terhadap pembangunan tanah kelahiran akhirnya mengantarkan ku menjadi relawan. Kebiasaan searching tokoh – tokoh pendidikan di google ternyata mempertemukan ku dengan sosok Anies Baswedan, sosok yang sudah lama aku baca di Majalah Madina sebagai rektor termuda dan tokoh pendidikan waktu itu. Aku merasakan ada “ value “ nilai yang kita perjuangkan, hingga aku resmi menjadi bagian dari sebuah gerakan yang diinisiasi oleh Anies Baswedan untuk bergerak bersama turun tangan menyelesaikan permasalahan yang ada di republik ini, gerakan itu kita sebut Turun Tangan.

Kondisi sebuah daerah tidak akan pernah berubah jika warganya lebih memilih diam dan menunggu orang lain untuk berbuat daripada ikut turun tangan bersama menyelesaikan permasalahan.

Memikul amanah sebagai Koordinator Gerakan Turun Tangan Aceh ternyata memberi tantangan dan banyak sekali pelajaran berharga. Setiap waktu kita gunakan untuk menularkan nilai – nilai kebaikan ini agar tersebar dan kita dapat bergerak bersama, melatih kesabaran ketika niat baik dianggap sebuah janji kosong dan pencitraan semata, semua kita lalui dengan penuh suka cita dan rasa syukur karena kita meyakini bahwa gerakan ini adalah tempat untuk belajar dan menerapkan ilmu yang telah kita pelajari di ruang – ruang kelas. berkerja bersama tim untuk mencari sumber masalah, berdiskusi mencari solusi serta turun aksi menyelesaikan masalah yang ada menjadi pelajaran berharga bahwa perubahan itu butuh proses yang panjang dan membutuhkan kesabaran. Tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat dan membalikkan telapak tangan, semua butuh waktu dan kolaborasi dari semua untuk bersinergi menyelesaikan.

Bagiku, menjadi relawan bukanlah sebuah pengorbanan, melainkan sebuah kehormatan yang harus kita ambil untuk terus belajar, untuk sebuah nilai yang kita percaya akan menjadi kebaikan yang menyebar serta mengabdi untuk negeri yang kita cintai. Disinilah kesabaran akan teruji, kelembutan bahasa yang kian terjaga, kepedulian yang terus terbangun, serta rasa siap berkorban, baik waktu maupun materi untuk sebuah nilai dan harapan yang kita ingin capai. Berbagai kegiatan telah mendewasakan pikiran akan kepemilikan masalah, jiwa kebersamaan akan tanggung jawab dari para pendiri bangsa, serta semua proses dan program lainnya yang semakin menumbuhkan rasa cinta terhadap negeri ini.

Melekatnya Jiwa Relawan

Sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dalam berbagai dimensi kehidupan. Semua harus saling mengisi dan melengkapi atas setiap kekurangan dan kondisi yang ada, semua harus berkorban untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan. Menjadi seorang relawan juga membutuhkan pengorbanan, menjadi relawan berarti kita harus rela, rela waktunya terbagi, rela materi, rela bekerja tanpa digaji serta rela menjadi bagian dari sebuah kondisi. Tetapi pengorbanan ini sejatinya akan kembali kepada kita atas apa yang telah kita berikan, semakin  banyak yang kita bisa berikan maka akan semakin banyak manfaat yang akan kita dapatkan. tak perlu khawatir atas apa yang telah dikorbankan untuk sebuah kehormatan menjadi relawan. Rasa kepemilikian dan sikap rela inilah yang telah membuat banyak sekali perubahan sikap dan nilai – nilai dalam diri ku sejak menjadi relawan. Rasa sedih ketika melihat kondisi kesusahan, rasa memiliki akan suatu masalah yang kita lihat bersama. Ini hanya kita temukan jika kita pernah menjadi bagian dari gerakan relawan.

Melekatnya nilai – nilai relawan ini lah yang kemudian memberi begitu banyak warna dalam dunia kerja yang penuh dengan tantangan. Sewaktu diberikan pilihan kerja, hal yang menjadi pertimbangan sebelum memutuskan ialah “ Apa yang bisa saya berikan atas pekerjaan ini ? dan Kebermanfaatan apa yang dapat saya berikan kepada lingkungan dan daerah ? pertanyaan dalam hati ini muncul karena tempaan kondisi saat menjadi relawan waktu itu, bahwa dimana pun kita berada dan bekerja tetap harus memberi manfaat.

Dunia kerja selalu menuntut kita untuk memberikan maksimal dan dipenuhi tantangan internal maupun ekstenal, terlebih jika kita bekerja di dunia politik. Ketika ketulusan dan pengabdian selalu dicurigai sebagai sebuah panggung sandiwara atau hanya untuk mencari nama. Berkerja di sebuah instansi pemerintahan Kabupaten sebagai Ajudan Bupati, apalagi menjadi orang baru dalam sebuah Instansi Besar dan amanah tugas yang besar membuat aku harus lebih peka akan suatu kondisi dan harus bergerak cepat atas setiap perintah, harus sabar dengan kondisi yang terkadang tidak kita sukai, harus sabar ketika dicaci dan dihina serta harus tangguh menghadapi berbagai persoalan yang begitu beragam dan kompleks.

Relasi persahabatan yang aku rasakan begitu berbeda dengan berbagai organisasi lain yang aku ikuti, ada rasa kekeluargaan yang begitu erat dan jejaring pertemanan yang terus meluas membuat Indonesia ini serasa begitu kecil untuk sebuah pertemanan. Relasi pertemanan ini sangat memudahkan ku saat mendapatkan tugas keluar daerah, selalu ada teman yang dapat kita hubungi ketika berada dalam kesulitan di setiap daerah.

Persepsi bahwa tidak ada makan siang yang gratis tidak selamanya benar, terlebih kepada mereka yang pernah menghabiskan sebagian waktunya menjadi seorang relawan. Pengalaman saat menjadi relawan sangat membantu dalam setiap pekerjaan dan tugas di lapangan, terasa dengan suasana yang sama namun rasa yang berbeda. Pengalaman menjadi Koordinator Relawan Turun Tangan memberi sumbangsih yang begitu besar dalam menjalankan amanah di dunia pemerintahan ini. Pengalaman bagaimana menghandle jadwal kegiatan, menyusun dan menjalankan program, mengajak orang lain bergerak bersama, berada dalam kondisi tertekan hingga berkerja tanpa iming – iming materi membuat dunia kerja yang ku jalani saat ini serasa kembali ke masa – masa menjadi relawan. Namun dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda.

Saya sangat menyakini bahwa menjadi seorang relawan adalah sebuah keharusan bagi setiap anak muda sebelum masuk dalam dunia kerja, apapaun latar belakang keilmuan dan cita – citanya, karena pengalaman dan tetesan keringat yang keluar saat menjadi relawan akan menjadikannya pribadi yang peka terhadap lingkungan, suka menolong, terbiasa bekerja tim, serta tangguh terhadap tekanan dan kondisi lingkungan kerja.

Menjadi relawan tak pernah mengenal waktu dan usia, karena sejatinya jika kita pernah menjadi relawan dimana pun, jiwa dan semangat relawan itu akan terus hidup dan menemani setiap jalan pengabdian kita untuk keluarga, lingkungan dan bangsa ini.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar