“
Tempat semua mata air mimpi selalu berada di tempat kita lahir dan besar. Bukan
legenda di ujung dunia “
- Anies Baswedan
- Anies Baswedan
Impian
sejak kecil tentang kampung halaman memberi banyak potongan puzzle dalam warna
hidup ku. Lahir dan tumbuh besar di lingkungan yang beragam, mulai dari budaya,
bahasa dan agama, semua keberagaman itu aku nikmati dalam kehidupan sehari –
hari dan mengajarkanku akan indahnya
perbedaan dalam kebersamaan. Hal ini juga yang membuat saya begitu mencintai
tanah kelahiran ini, dimana pun dan sampai kapan pun.
Perjalanan
panjang akan dunia relawan dan kerja ini di mulai dari sepotong kisah di masa
kecil 14 tahun lalu. Kegagalan saat mengikuti cerdas – cermat tahun 2003
ternyata menjadi awal kelahiran sebuah mimpi besar. Mimpi yang terus tumbuh dan
terawat rapi ditengah dinamikan zaman yang terus berubah. Sebagai peserta aku
dan teman - teman, dilatih berbulan – bulan dengan berbagai materi, setiap fase
kami lewati dengan baik hingga sampai di tingkat kabupaten. Di tahap akhir, aku
merasa panitia curang karena telah membocorkan soal – soal kepada kelompok lain
karena anak petinggi sebuah instansi di kabupaten. Sebagai anak kecil aku tak
bisa berbuat banyak selain meratapi impian yang sebenarnya sudah di depan mata
harus pupus karena ketidakadilan. Sejak saat itulah aku berjanji dalam hati
untuk rajin sekolah dan berusaha memperbaiki keadaan dengan ilmu dan pengalaman.
Aku
merenung dalam sebuah perjalanan ke Padang, aku melihat ada hal yang berbeda
dengan pembangunan pesat di berbagai kabupaten / kota yang ku lalui, berbeda
sekali dengan kampung halaman ku yang jauh dari sentuhan perhatian apalagi
pembangunan. Perjalanan itu memberikan sebuah keyakinan bahwa dunia politik /
pemerintahan dan pendidikan merupakan kunci untuk membangun kampung halaman.
Menemukan Jati Diri
Pengalaman
pahit atas kegagalan beberapa tahun silam memberikan ku sebuah pemahaman bahwa
aku harus memiliki dua ilmu yang berbeda dalam waktu yang sama, yaitu dunia
politik / pemerintahan dan dunia pendidikan. Akhirnya setelah melalui berbagai
proses dan kegundahan hati, aku pun dapat kuliah jurusan ilmu politik di
Unsyiah, kampus Jantong Hate Rakyat
Aceh. Namun, ada satu hal lagi yang harus segera aku dapatkan, yaitu masuk
dalam dunia pendidikan. Berbagai proses dan niat hati untuk berkontribusi
terhadap pembangunan tanah kelahiran akhirnya mengantarkan ku menjadi relawan.
Kebiasaan searching tokoh – tokoh pendidikan di google ternyata mempertemukan ku
dengan sosok Anies Baswedan, sosok yang sudah lama aku baca di Majalah Madina
sebagai rektor termuda dan tokoh pendidikan waktu itu. Aku merasakan ada “
value “ nilai yang kita perjuangkan, hingga aku resmi menjadi bagian dari
sebuah gerakan yang diinisiasi oleh Anies Baswedan untuk bergerak bersama turun
tangan menyelesaikan permasalahan yang ada di republik ini, gerakan itu kita
sebut Turun Tangan.
Kondisi
sebuah daerah tidak akan pernah berubah jika warganya lebih memilih diam dan
menunggu orang lain untuk berbuat daripada ikut turun tangan bersama
menyelesaikan permasalahan.
Memikul
amanah sebagai Koordinator Gerakan Turun Tangan Aceh ternyata memberi tantangan
dan banyak sekali pelajaran berharga. Setiap waktu kita gunakan untuk
menularkan nilai – nilai kebaikan ini agar tersebar dan kita dapat bergerak
bersama, melatih kesabaran ketika niat baik dianggap sebuah janji kosong dan
pencitraan semata, semua kita lalui dengan penuh suka cita dan rasa syukur
karena kita meyakini bahwa gerakan ini adalah tempat untuk belajar dan
menerapkan ilmu yang telah kita pelajari di ruang – ruang kelas. berkerja
bersama tim untuk mencari sumber masalah, berdiskusi mencari solusi serta turun
aksi menyelesaikan masalah yang ada menjadi pelajaran berharga bahwa perubahan
itu butuh proses yang panjang dan membutuhkan kesabaran. Tidak semua
permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat dan membalikkan telapak tangan,
semua butuh waktu dan kolaborasi dari semua untuk bersinergi menyelesaikan.
Bagiku,
menjadi relawan bukanlah sebuah pengorbanan, melainkan sebuah kehormatan yang
harus kita ambil untuk terus belajar, untuk sebuah nilai yang kita percaya akan
menjadi kebaikan yang menyebar serta mengabdi untuk negeri yang kita cintai.
Disinilah kesabaran akan teruji, kelembutan bahasa yang kian terjaga, kepedulian
yang terus terbangun, serta rasa siap berkorban, baik waktu maupun materi untuk
sebuah nilai dan harapan yang kita ingin capai. Berbagai kegiatan telah
mendewasakan pikiran akan kepemilikan masalah, jiwa kebersamaan akan tanggung
jawab dari para pendiri bangsa, serta semua proses dan program lainnya yang
semakin menumbuhkan rasa cinta terhadap negeri ini.
Melekatnya Jiwa Relawan
Sejatinya
manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dalam berbagai
dimensi kehidupan. Semua harus saling mengisi dan melengkapi atas setiap
kekurangan dan kondisi yang ada, semua harus berkorban untuk mendapatkan
sesuatu yang ia inginkan. Menjadi seorang relawan juga membutuhkan pengorbanan,
menjadi relawan berarti kita harus rela, rela waktunya terbagi, rela materi,
rela bekerja tanpa digaji serta rela menjadi bagian dari sebuah kondisi. Tetapi
pengorbanan ini sejatinya akan kembali kepada kita atas apa yang telah kita
berikan, semakin banyak yang kita bisa
berikan maka akan semakin banyak manfaat yang akan kita dapatkan. tak perlu
khawatir atas apa yang telah dikorbankan untuk sebuah kehormatan menjadi
relawan. Rasa kepemilikian dan sikap rela inilah yang telah membuat banyak
sekali perubahan sikap dan nilai – nilai dalam diri ku sejak menjadi relawan.
Rasa sedih ketika melihat kondisi kesusahan, rasa memiliki akan suatu masalah
yang kita lihat bersama. Ini hanya kita temukan jika kita pernah menjadi bagian
dari gerakan relawan.
Melekatnya
nilai – nilai relawan ini lah yang kemudian memberi begitu banyak warna dalam
dunia kerja yang penuh dengan tantangan. Sewaktu diberikan pilihan kerja, hal
yang menjadi pertimbangan sebelum memutuskan ialah “ Apa yang bisa saya berikan
atas pekerjaan ini ? dan Kebermanfaatan apa yang dapat saya berikan kepada
lingkungan dan daerah ? pertanyaan dalam hati ini muncul karena tempaan kondisi
saat menjadi relawan waktu itu, bahwa dimana pun kita berada dan bekerja tetap
harus memberi manfaat.
Dunia
kerja selalu menuntut kita untuk memberikan maksimal dan dipenuhi tantangan
internal maupun ekstenal, terlebih jika kita bekerja di dunia politik. Ketika
ketulusan dan pengabdian selalu dicurigai sebagai sebuah panggung sandiwara
atau hanya untuk mencari nama. Berkerja di sebuah instansi pemerintahan
Kabupaten sebagai Ajudan Bupati, apalagi menjadi orang baru dalam sebuah
Instansi Besar dan amanah tugas yang besar membuat aku harus lebih peka akan
suatu kondisi dan harus bergerak cepat atas setiap perintah, harus sabar dengan
kondisi yang terkadang tidak kita sukai, harus sabar ketika dicaci dan dihina
serta harus tangguh menghadapi berbagai persoalan yang begitu beragam dan
kompleks.
Relasi
persahabatan yang aku rasakan begitu berbeda dengan berbagai organisasi lain
yang aku ikuti, ada rasa kekeluargaan yang begitu erat dan jejaring pertemanan
yang terus meluas membuat Indonesia ini serasa begitu kecil untuk sebuah
pertemanan. Relasi pertemanan ini sangat memudahkan ku saat mendapatkan tugas
keluar daerah, selalu ada teman yang dapat kita hubungi ketika berada dalam
kesulitan di setiap daerah.
Persepsi
bahwa tidak ada makan siang yang gratis tidak selamanya benar, terlebih kepada mereka
yang pernah menghabiskan sebagian waktunya menjadi seorang relawan. Pengalaman
saat menjadi relawan sangat membantu dalam setiap pekerjaan dan tugas di lapangan,
terasa dengan suasana yang sama namun rasa yang berbeda. Pengalaman menjadi
Koordinator Relawan Turun Tangan memberi sumbangsih yang begitu besar dalam
menjalankan amanah di dunia pemerintahan ini. Pengalaman bagaimana menghandle
jadwal kegiatan, menyusun dan menjalankan program, mengajak orang lain bergerak
bersama, berada dalam kondisi tertekan hingga berkerja tanpa iming – iming materi
membuat dunia kerja yang ku jalani saat ini serasa kembali ke masa – masa menjadi
relawan. Namun dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda.
Saya
sangat menyakini bahwa menjadi seorang relawan adalah sebuah keharusan bagi
setiap anak muda sebelum masuk dalam dunia kerja, apapaun latar belakang
keilmuan dan cita – citanya, karena pengalaman dan tetesan keringat yang keluar
saat menjadi relawan akan menjadikannya pribadi yang peka terhadap lingkungan,
suka menolong, terbiasa bekerja tim, serta tangguh terhadap tekanan dan kondisi
lingkungan kerja.
Menjadi
relawan tak pernah mengenal waktu dan usia, karena sejatinya jika kita pernah
menjadi relawan dimana pun, jiwa dan semangat relawan itu akan terus hidup dan
menemani setiap jalan pengabdian kita untuk keluarga, lingkungan dan bangsa
ini.
0 komentar