Aceh Singkil “ Rumah Kebhinekaan untuk Aceh “
By Si Anak Rimo - July 14, 2017
Tak banyak daerah di
Aceh yang memiliki tingkat keberagaman suku, budaya dan agama yang majemuk di
tengah masyarakatnya, Aceh Singkil adalah salah satu daerah itu. Persoalan kebhinekaan
tidak bisa dilepas dari berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya, karena
jauh sebelum Indonesia merdeka dan Aceh Singkil menjadi kabupaten tahun 1999, perbincangan
tentang kebhinekaan telah menghiasi ruang – ruang diskusi para pendiri bangsa “
Founding Father “ saat meletakkan dasar
negara.
Tak banyak negara dan
daerah yang memiliki tingat keberagaman seperti Indonesia dan Aceh Singkil. Indonesia
memiliki lebih dari 700-an etnis yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau yang
terbentang di sepanjang nusantara. Kini, Indonesia memiliki 6 (enam) agama
resmi yang telah diatur oleh pemerintah dan memiliki hari libur khusus
keagamaan.
Bahkan, negara sebesar
dan semaju Amerika Serikat pun tidak memiliki keberagaman seperti Indonesia,
dimana keberagaman telah ada jauh sebelum negara Indonesia ada. Amerika
dibentuk dari bangsa – bangsa yang bermigrasi ke Amerika dengan berbagai sebab,
mereka memerlukan proses yang sangat panjang untuk membentuk tanah air baru,
walaupun terkadang mereka membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk dapat
hidup berdampingan dan memiliki cita – cita bersama. Kebhinekaan tidak perlu
diperdebatkan di tengah kehidupan masyarakat, karena kebhinekaan adalah sebuah
fakta yang tidak boleh dijadikan sebuah
hambatan dan momok untuk hidup bersama, namun harus menjadi suatu kebanggaan
yang terus diperkenalkan kepada dunia luar sebagai sebuah energi dalam
membangun daerah yang terkenal majemuk ini. Letak geografis Aceh Singkil
menjadikan daerah ini paduan rajutan tenun kebangsaan yang indah, semua suku
dan agama berbeda berdampingan bersama.
Beberapa
Contoh
Memperkuat kebhinekaan
sebagai perekat kebersamaan hanya dapat dicapai dengan saling menghargai dan
mengintegrasikan konsep kebhinekaan dalam berbagai aspek pendidikan,
keterampilan, dan kebudayaan dalam masyarakat Aceh Singkil yang majemuk. Salah
satu pengalaman penulis yang membekas kuat dalam ingatan ialah betapa
kebhinekaan itu diajarkan di ruang – ruang kelas, seorang guru pernah membagi
kelompok berdasarkan suku dan bahasa, bukan untuk mengkotak – kotakkan siswa,
melainkan menjadi ruang untuk saling belajar. Sesaat sebelum presentasi tugas,
setiap kelompok diwajibkan menceritakan dan menyanyikan sedikit lagu sesuai
dengan latar suku dan kelompok itu.
Ada pengalaman menarik
lainnya yang memberi kesan bahwa keberagaman itu adalah rahmat. Saat penulis
menetap di asrama mahasiswa Aceh Singkil di Yogyakarta, ada banyak mahasiswa yang
tinggal dan hampir semuanya berasal dari suku dan bahasa berbeda, ada bahasa
Aceh, Singkil, Jawa, Melayu, keberagaman
bahasa dan suku itu tidak lantas membuat jurang pemisah yang merenggangkan,
melainkan memberikan kekayaan khazanah budaya yang beragam. Tak hanya kehidupan
di asrama, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kebhinekaan
dalam interaksi masyarakat inilah yang menjadikan mayoritas mahasiswa dan
masyarakat Aceh Singkil mampu menguasai lebih dari dua bahasa, seperti bahasa Singkil,
Jawa, Aceh dan Pesisir. Masyarakat dapat menemukan keberagaman itu di
lingkungan sekitarnya, seperti budaya pernikahan yang jelas terlihat. Keberagaman
yang begitu berwarna itu tidak hanya didengar dan diperbincangkan di warung dan
ruang diskusi, melainkan diterapkan dalam kehidupan sehari – hari. Berbagai
latar agama dan suku berkerja bersama di sektor – sektor pemerintahan dan
swasta.
Konflik horizontal pada
November tahun 2015 lalu tidaklah menggambarkan secara menyeluruh bagaimana
toleransi itu dijaga dan dilaksanakan di tengah masyarakat Aceh Singkil.
Berbagai media nasional dan internasional seakan menciptakan sebuah persepsi
bahwa tidak ada toleransi dan kebersamaan dalam keberagaman pasca kejadian itu.
Penulis sebagai putra asli tidak merasakan adanya benteng pemisah antar agama,
suku atau bahasa di tengah masyarakat seperti berita di berbagai media. Konflik
ini tentu menjadi kerikil kecil dalam proses penguatan kebhinekaan, tetapi
persoalan ini hanyalah peringatan kepada seluruh komponen untuk menjaga tenun
kebangsaan yang telah dirajut para pendahulu.
Harapan
Pemerintah pusat dan
beberapa daerah di Indonesia terus berikhtiar menjaga kebhinekaan dalam
berbagai program di banyak bidang, mulai dari program Sabang Merauke yang
menjadi ruang pertukaran pemuda antar daerah, Sosialisasi 4 ( empat ) Pilar
Kebangsaan yang gencar dilaksanakan MPR ( Majelis Permusyawaratan Rakyat ) dan
program lainnya. Aceh Singkil pasca pilkada dan telah ditetapkannya pasangan
terpilih, ada harapan masyarakat yang begitu besar untuk menjaga kebhinekaan dan
kearifan lokal di tengah masyarakat, harapan yang begitu besar agar kejadian
yang lalu tidak terulang kembali. Stabilitas keamanan dan kebersamaan dalam
pembangunan merupakan salah satu kunci yang harus dijaga untuk mempercepat
ketertinggalan dalam menjalankan program. Menjaga kebhinekaan ini adalah tugas
kita bersama dengan seluruh stake holder terkait untuk mewujudkan cita – cita
bersama dalam melunasi janji kemerdekaan pendiri bangsa.
0 komentar