Hak Atas Pendidikan Tinggi di Aceh

By Si Anak Rimo - June 08, 2012


Setiap warga negara Indonesia telah  dijamin hak dan kewajibannya dalam UUD 1945. Bahwa sejak lahir seorang manusia memilki Hak Asasi yang pemenuhannya dijamin dalam Konstitusi kita.UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, memberikan definisi Hak Asasi Manusia yaitu:" seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia."
 
Konstitusi (UUD 1945) maupun Undang-Undang seperti UU No. 39 Tahun 1999 wajib (harus dipenuhi) dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi. Kembali ke judul di atas, terkait dengan implementasi pemenuhan hak atas pendidikan yang layak di Indonesia, fakta di lapangan (das sein) berbeda sekali dengan ketentuan yang ada di dalam Konstitusi (UUD 1945) maupun Undang-Undang. Hak atas pendidikan dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal 28 C:" setiap orang berhak mengembangkan diri melalui kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmi pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia." Aceh sebagai sebuah provinsi paling barat indonesia  berada dalam konflik senjata yang sangat panjang sehingga memperngaruhi proses pencetakan generasi muda untuk belajar di perguruan tinggi . Selama konflik terjadi masyarakat mengalami krisis ekonomi sehingga berpengaruh terhadap sedikitnya masyarakat Aceh yang mengenyam pendidikan tinggi.Bagi masyarakat Aceh ketika itu mengenyam pendidikan tinggi ( sarjana, megister, atau doctoral ) merupakan suatu cita-cita yang boleh dimiliki oleh setiap  manusia diseluruh dunia ini. 

Dengan pendidikan yang tinggi setidaknya memberi harapan akan adanya perubahan taraf  hidup yang lebih baik bagi masyarakat walaupun pada kenyataannya kita sering mendengar banyak sarjana yang juga menganggur, tapi kita semua sepakat kalau semua orang pasti punya cita-cita untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin.Bagi anak-anak Aceh pendidikan tinggi bukan sekedar untuk mengubah taraf hidup, melainkan suatu upaya untuk melahirkan sumberdaya manusia baru yang kompeten dalam menjalankan pembangunan Aceh yang bisa dikatakan harus memulai semuanya dari awal pasca tsunami dan perjanjian damai antara pemerintah dan GAM . Namun pada kenyataannya pendidikan tinggi bagi anak-anak Aceh masih menjadi sebuah impian yang susah untuk dicapai dengan berbagai alasan situasi dan kondisi.
Kemiskinan kita

Rendahnya taraf hidup masyarakat Aceh berpengaruh sekali terhadap jumlah anak anak Aceh yang melanjutkan ke perguruan tinggi.beberapa kali Aceh harus berada dalam kondisi yang berat seperti konflik antara RI dan GAM serta bencana tsunami akhir 2004. Negara telah membuat sebuah payung hukum yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia.amanah konstitusi yang dimana negara wajib mencerdaskan anak bangsa .Ketika Aceh telah mendapatkan otonomi khusus Pendidikan di Aceh terus menjadi sorotan yang semakin hangat akhit akhir ini.ketika anggaran semakin besar di alokasikan pemerintah ternyata tidak lantas membuat mutu pendidikan semakin tinggi termasuk peningkatan mutu perguruaan tinggi yang ada di Aceh.melihat banyak nya lulusan sekolah menengah atas yang berusaha untuk meneruskan pendidikan di perguruan tinggi dengan daya tampung yang sangat sedikit.Tentu ini menjadi masalah yang membuat pemerintah dan lembaga pendidikan yang ada menjadi harus berkerja keras.

Tahun in siswa yang mengikuti Ujian Nasional adalah 63.021 siswa dan yang lulus sebanyak 61.200 siswa dan tidak lulus 1.821 siswa.Kalau kita menelusuri lebih dalam tentang korelasi antara jumlah tamatan dan jumlah daya tampung untuk perguruan tinggi yang terbatas.Maka akan timbul jawaban bahwa perguruan tinggi tidak memiliki kuota yang cukup untuk menampung lulusan semolah menegah atas.Aceh saat ini memiliki tiga perguruan tinggi negeri dan sekitar 45 perguruan tinggi swasta . dari jumlah perguruan tersebut sebahagian besar berada di Kota Banda Aceh dan ini akan membuat masalah baru dengan sulitnya lulusan dari desa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi karena masalah jarak yang sangat jauh .Kita tidak bisa memungkiri bahwa perguruan tinggi favorit dan berkualitas baik sebahagian besar berada di pulau jawa dan ini membuat pilihan yang sulit karena harus menyiapkan banyak hal dan persiapan untuk dapat melanjutkan ke pulau jawa. 

Sulitnya mendapatkan akses tentang informasi perguruan tinggi juga berpengaruh pada adanya kesan kuliah itu hal yang sangat menakutkan sekali.Sehingga banyak lulusan yang berpotensi  tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi yang bermutu.Banyaknya beasiswa yang diberikan pemerintah kepada masyarakat Aceh terkadang tidak berjalan dengan baik karena masyarakat miskin dan berpotensi yang seharusnya mendapatkan semua itu malah dirampas oleh orang – orang kaya yang memiliki keluarga di Instansi pemerintah sehinga tidak membantu peningkatan persentase yang melanjutkan ke perguruan tinggi.

Pada 2012  ini , salah satu perguruan tinggi di Aceh yaitu Unsyiah akan menerima sekitar 5.071 mahasiswa baru pada tahun akademik 2012 melalui berbagai jalur masuk perguruan tinggi tersebut .begitu juga dengan perguruan tinggi lainnya juga tak mampu menerima banyak lulusan untuk dididik menjadi calon sarjana.Lantas menjadi tanda tanya besar kenapa dengan dana pendidikan yang begitu besar untuk Aceh tidak bisa mendongkrak mutu pendidikan dan jumlah persentase yang melanjutkan ke perguruan tinggi.

Pasca perdamaian, UUPA diberlakukan di Aceh, konsekwensinya wewenang mengatur daerah termasuk wewenang dalam membangun pendidikan menjadi semakin besar. Kecuali itu, UUPA telah memberikan sumber dana bagi pendidikan Aceh menjadi lebih besar dari sebelumnya. Sehingga, ketika daerah lain belum mampu menganggarkan anggaran pendidikan 20 %, Aceh sudah lebih dahulu mengalokasikan dana pendidikan dalam jumlah yang cukup besar, yakni mencapai angka Rp 700 miliar. Pasca tsunami, anggaran pendidikan Aceh naik menjadi Rp 1.3 triliun dengan segala kekayaan alam yang sangat melimpah. Tapi anehnya kualitas pendidikan kita tidak kunjung meningkat. Banyak kampus-kampus di Aceh minim kualitas.

Mungkin, “Ironis” adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi pendidikan kita hari ini. Dahulu kita bisa beralasan dunia pendidikan Aceh hancur akibat konflik politik, banyak sekolah dibakar oleh orang tidak dikenal, banyak guru yang diculik, Proses belajar mengajar yang terganggu akibat letusan senapan dan sebagainya. Sekarang situasi politik dan keamanan sudah mulai sedikit stabil, namun dunia pendidikan kita masih saja kacau. Padahal dana untuk sector pendidikan semakin meningkat sementara di sisi lain biaya kuliah atau sekolah semakin hari semakin tinggi. Seiring dengan meningginya jumlah anak putus sekolah dan siswa yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pasca damai, kenyataan pahit ini bukanlah hal aneh dalam dunia pendidikan kita. Ini adalah siklus berulang, hampir setiap tahun terjadi. Mulai dari minimnya prestasi, rendahnya kualitas dosen dan guru, biaya SPP yang naik setiap tahunnya, hingga kurang memadainya sarana pendidikan dalam menunjang proses belajar mengajar, dan bahkan hingga saat ini masih ada beberapa kampus dan sekolah di Aceh yang tidak memiliki ruang kelas layak pakai. Di tengah kesemerautan sistem pendidikan kita yang sering mengalami perubahan membuat lembaga pendidikan juga mengalami maslah karena minimnya pelatihan akan kebijakan itu.
Di tingkat Internasional, Kovenan Internasional Hak ECOSOB yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005. 

Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Sebagai hak pemampuan, pendidikan adalah sarana utama dimana orang dewasa dan terutama anak-anak yang dimarjinalkan secara ekonomi dan social dapat mengangkat diri mereka keluar dari kemiskinan dan memperoleh cara untuk terlibat dalam komunitas mereka. Pendidikan memainkan sebuah peranan penting untuk memberdayakan generasi bangsa untuk meneruskan tongkat estafet guna mengisi kemerdekaan yang masih jauh dari harapan. 

Ingat! Betapa pun lengkapnya suatu rencana, pasti akan dimakan waktu jika tidak ada langkah konkrit. Karena perlu meng-up-date melalui mekananisme revisi oleh stakeholder di dunia pendidikan tinggi. Kritik terhadap kebijakan dilakukan secara berkala, tanpa interest pribadi, dan perbedaan kepentingan sehingga menciptakan satu kondisi yang kondusif. Para akademisi perlu lebih aktif member konstribusi untuk mendorong tercapainya harapan harapan pendidikan Aceh yang lebih baik dan bermartabat.

Kita berharap kepada setiap kepala daerah terpilih pada pemilukada 2012 lalu terutama Gubernur terpilih Zaini – Muzakkir dapat menjadikan sektor pendidikan menjadi priorotas terutama kelanjutan lulusan ke perguruan tinggi yang masih menjadi masalah sehingga menyebabkan banyaknya pengangguran.dan bukan janji kosong untuk meraup suara ketika kampanye.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar