Asa di Sudut Senja Kota Rimo

By Si Anak Rimo - September 14, 2021

 


Satu bulan ini, kita terlibat beberapa project dari lembaga Internasional dan Jakarta yang menjadikan Singkil salah satu lokasi project mereka, kita pun ikut mendampingi untuk bertemu dengan grassroot di berbagai desa, dan diperjalanan kita meminta berdiskusi tentang apa yang ia lihat dan temukan.

Saya teringat satu pesan dari salah satu kakak mentor kita Deasi Susilawati empat tahun lalu sesaat sebelum kita menerima tawaran pekerjaan, saya selalu meminta nasehat dan pesan setiap ingin memulai pekerjaan baru “ Kita butuh sudut pandang baru dalam melihat Aceh Singkil, dan itu bisa kita dapatkan dari teman – teman dan siapapun yang sudah profesional di bidangnya atau mereka yang telah melanglang buana ke berbagai daerah, trik mudahnya adalah ajak sahabat terbaik kita main ke kampung halaman lalu minta mereka presentasi tentang apa yang mereka lihat dan peluang yang bisa dikembangkan “.

 

Ketika kita berada diakhir project kemarin, saya meminta nasehat dan pesan tentang peluang bisnis yang bisa kita kembangkan dan nasehat untuk kampung halaman, dan semua berpesan " Rahmad, Singkil ini menarik, kuncinya kita concern di peningkatan Sumber Daya Manusia terlebih dahulu ya ". Lama saya terdiam saat mereka bercerita betapa uniknya daerah ini dan betapa pentingnya sumber daya ini untuk dikembangkan. Biasanya setelah kita mendapat saran dan informasi, kita duduk bersama teman – teman terbaik untuk berdiskusi akan nasehat dan informasi yang disampaikan sebagai referensi untuk melangkah dan wadah untuk memperbaiki diri.

 


Dua minggu lalu sahabat kita di Pojok Baca melanjutkan pendidikan di Belanda, dan tak lama lagi satu persatu penggerak akan menyusul di beberapa negera Eropa lain. Terasa sepi tapi kita diselimuti rasa bangga atas kerja keras mereka meningkatkan sumber daya manusia. Saat kita berdiskusi dibalik pancaran matahari yang akan terbenam, saya berceletuk bahwa kita rindu dengan Munji yang telah di Belanda, “ Kalau ada Munji dan mobilnya pasti ada yang membentengi kita dari sinar mentari “, tanpa disangka handphone bergetar ada panggilan dari Kak Fury Maulina yang sama – sama melanjutkan pendidikan doktornya di Belanda, Eh panjang umur baru disebut langsung ditelpon. Dari sudut belahan dunia lain, mereka membakar semangat kami untuk segera menyusul.

 

Hari ini, beberapa adik – adik kita disini sedang berjuang mempersiapkan diri mengejar beasiswa. Berkali – kali gagal namun tak pernah menyerah.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar